Buat Surat Laporan Kehilangan, Seorang Notaris Di Jember Justru Terancam Dijerat Pidana Penggelapan.

Jun 27, 2025 - 11:24
Jun 27, 2025 - 12:25
 0  69
Buat Surat Laporan Kehilangan, Seorang Notaris Di Jember Justru Terancam Dijerat Pidana Penggelapan.
Persidangan Perkara Pidana Terdakwa Bambang Hermanto di Pengadilan Negeri Jember

JEMBER- Penegakan Hukum di Jember tengah diuji , demikianlah ungkap M. Faiq Assiddiqi Kuasa Hukum Bambang Hermanto pensiunan Notaris di Jember, selepas membacakan Duplik kliennya di ruang sidang Pengadilan Negeri Jember, Rabu siang (25/6/25).

Ungkapan ini buah dari kejanggalan  proses penegakan hukum yang dialami Bambang Hermanto seorang terdakwa dalam perkara pidana di Pengadilan Negeri Jember dengan nomor register 149/Pid.B/2025/PN Jmr. Pria yang kini berstatus tahanan rumah itu tengah menanti Putusan Hakim yang diagendakan pada Senin (30/6/25).

Bambang sebelumnya telah dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) melakukan tindak pidana penggelapan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Terdakwa diduga bertanggung jawab atas  tindak pidana yang dilakukan oleh stafnya semasa menjabat sebagai Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Faiq menjelaskan perkara ini bermula dari kliennya membuat surat laporan kehilangan kepada pihak kepolisian atas Sertifikat Hak Milik (SHM) nomor 539 atas nama Siti Sa’adah Sukartini pada Januari 2023.

Pada saat itu, Gunawan Ganda Wijaya yang belakangan menjadi pelapor dalam perkara ini menemui Notaris Bambang dan mengaku pernah menitipkan SHM no 539 bermodalkan bukti foto copy tanda terima yang di tanda tangani oleh salah seorang staf di kantor Notaris Bambang kala itu.

Karena merasa tidak pernah ada SHM no 539 atas nama Sukartini yang masuk kekantornya, Bambangpun diminta oleh kuasa hukum Gunawan untuk membuat surat laporan kehilangan kepolisian. Dengan niat membantu dan melindungi para pihak yang berkepentingan dengan SHM itu, terdakwa  membuat surat laporan kehilangan.

“Niat klien kami buat laporan kehilangan saat itu untuk mencegah pihak tidak berkepentingan mengurus duplikat SHM, sekalipun tidak pernah ada berkas SHM itu masuk dan dititipkan ke kantor klien kami. Logikanya kan sederhana jika memang Gunawan benar pemilik sahnya dengan laporan kehilangan itu bisa langsung mengurus duplikat SHM. Jadi niatnya memang untuk melindungi pihak pihak yang berkepentingan,” tegas Faiq.

Lanjut Faiq , dari niat baik membantu justru belakangan surat laporan kepolisian itu dijadikan dasar oleh Gunawan untuk melaporkan dugaan penggelapan kepada pihak Kepolisian. Karena dianggap klien kami telah mengakui bahwa SHM 539 pernah dititipkan dikantornya dan kemudian hilang.

“Dari situ saja kami sudah melihat kejanggalan , ada motif motif tertentu yang coba disiapkan entah oleh siapa, untuk menjerat pidana klien kami, patut diduga apakah ini modus penguasaan tanah tanpa hak dengan jalur hukum pidana?” ujar Faiq.

Faiq mengungkap kejanggalan lainnya baik oleh penyidik hingga JPU. Kronologis yang dimuat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tidak sesuai dengan saksi fakta yang dihadirkan ke muka persidangan.

“Klien kami dituduh melakukan penggelapan terhadap SHM tanah. Tapi kemudian muncul fakta dari saksi Sukartini pemilik sah lahan dan SHM yang dijadikan alat bukti dalam perkara ini, mengaku tidak pernah mengalihkan atau menyerahkan SHM tersebut kepada siapapun. Bahkan sampai sebelum SHM itu dijadikan alat bukti di persidangan, saksi masih menyimpan sertipikatnya,” beber Faiq.

Faiq meruntut kesaksian Sukartini saling berkesesuaian dengan saksi fakta lainnya yakni Yusuf yang notabene sebagai calon pembeli dari tanah tersebut juga mengakui tidak pernah memegang SHM itu, apalagi sampai mengalihkannya kepada pihak lain termasuk kepada pelapor dalam perkara ini.

“Dari saksi fakta itu sudah jelas, klien kami tidak pernah sekalipun menyimpan atau bahkan menguasai SHM yang dipermasalahkan itu, jadi  penggelapan dalam KUHP secara unsur tidak dapat dipertanggung jawabkan kepada klien kami, sementara yang digunakan dasar penyidik hanya mengacu pada alur cerita yang disampaikan oleh Pelapor Gunawan Ganda Wijaya,” sambung Faiq.

*Kuasa Hukum Bambang Hermanto, M. Faiq Assiddiqi saat menjelaskan kepada awak media*

Disamping itu Faiq juga menceritakan kejanggalan proses pelimpahan perkara pidana yang mendera kliennya, mulai  dari penyidik ke kejaksaan hingga ke meja persidangan tampak cacat prosedur. Secara prosedural dan aturan penyidik tidak memiliki wewenang setelah berkas dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan atau P.21. Dalam perkara ini penyidik masih melakukan penyitaan terhadap barang bukti setelah  memasuki tahap II di kejaksaan.

“Jika ini  dibenarkan dan dibiarkan begitu saja bisa menjadi preseden buruk dan merusak prosedur hukum acara pidana yang  ada di Indonesia , tidak hanya di Jember,” tegas Faiq

Pria alumnus Fakultas Hukum Universitas Jember ini melanjutkan dakwaan penggelapan yang dialamatkan kepada kliennya, terkesan dipaksakan. Bagaimana bisa seseorang  dinyatakan melakukan penggelapan apabila dari awal sampai perkara ini bergulir di meja hijau , Sertifikat Hak Milik (SHM)  tanah yang diduga telah digelapkan itu masih dipegang oleh pemilik sahnya dan tidak pernah beralih kemanapun. Bahkan penyidik memperoleh SHM yang menjadi barang bukti tanpa proses penyitaan yang lazim diatur dalam hukum acara pidana. 

“Bu Sukartini itu pemilik tanahnya, nah waktu itu SHMnya dititipkan ke pengacaranya, entah gimana ceritanya justru sama pengacaranya itu diserahkan ke penyidik, tiba tiba jadi alat bukti. Jadi itu bukan diperoleh dari penyitaan,” ungkap Faiq.

Faiq menambahkan kejanggalan itu semakin menyeruak melalui tuntutan dari JPU. Mereka menuntut terdakwa 4 bulan penjara dan JPU meminta kepada Majelis Hakim agar memutuskan SHM yang menjadi alat bukti dalam perkara ini diserahkan kepada pelapor.

“Kami serahkan sepenuhnya kepada Majelis Hakim, kalaupun nanti ini diputus atau selesai perkara yang dihadapi oleh klien kami ini mestinya sertipikat (SHM) itu harus dikembalikan kepada yang berhak sebagaimana berkas itu diterima, karena ini perkara pidana tidak bisa dicampur adukan dengan peralihan hak keperdataan,” tutup pria yang pernah menjabat sebagai direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya itu.

Senada dengan Faiq , Kuasa Hukum terdakwa lainnya Freddy Andreas Caesar menyoroti soal penerapan tanggung jawab pengganti (Vicarious liability) dalam tuntutan kepada kliennya.  

Andreas menerangkan tanggung jawab pengganti dalam ranah hukum pidana tidak bisa serta merta dapat diterapkan dalam semua kondisi. Harus ada aturan yang mengaturnya baru tanggung jawab pengganti itu bisa diterapkan.

Menurutnya pasal 372 KUHP yang mengatur pidana penggelepan merupakan delik pidana biasa. Sehingga doktrin tanggung jawab pengganti seharusnya tidak bisa di terapkan ke pasal tersebut.

“Pasal penggelapan di KUHP itu sudah jelas , tanggung jawab pidanannya kepada individu dan Notaris/ PPAT itu adalah pejabat Umum bukan korporasi. Jelas berbahaya kalau ini dibiarkan, nanti ada saja kasus karyawan melakukan penggelapan terus yang dihukum atasannya,” seloroh Andreas.

Selain itu menurut Andreas, kliennya merupakan seorang pensiunan Notaris yang secara aturan pelindungan hukumnya tetap melekat sebagaimana Notaris aktif. Terlebih perkara ini merujuk pada tindakan kliennya semasa aktif sebagai Notaris. Maka proses hukum yang harus dilakukan tunduk pada ketentuan dalam Undang-Undang Notaris.

“Proses Peradilan bagi Notaris itu telah diatur dalam Undang-Undang Notaris, pasal 66 diaturan itu jelas sebelum melakukan pemeriksaan harus ada persetujuan dari Majelis Kehormatan Notaris, dalam perkara ini tidak ada persetujuan itu dan jika dibiarkan ini bisa jadi upaya kriminalisasi terhadap profesi notaris,”tegas Andreas.

Andreas berharap dengan semua alat bukti yang telah dihadirkan baik alat bukti tertulis, saksi fakta, hingga saksi ahli, Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini dapat memberikan putusan seadil adilnya.

“Kami berkeyakinan Majelis Hakim dapat memberikan putusan seadil adilnya, sehingga ini dapat menjadi bukti bagi para pencari keadilan bahwa hukum di negeri ini tidak mudah dipermainkan,” tutup Andreas.

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow