Desa Sumber Wringin Bondowoso Ditetapkan sebagai Desa Budaya, Tradisi Nyonteng Kolbuk Jadi Ikon
Pencanangan ini ditandai dengan pelaksanaan tradisi Nyonteng Kolbuk yang menjadi ritual khas masyarakat setempat dan digelar setiap bulan Sura.

BONDOWOSO– Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bondowoso secara resmi mencanangkan Desa Sumber Wringin sebagai Desa Budaya dalam rangka pelestarian budaya lokal dan penguatan identitas daerah, Rabu (23/7/2035).
Pencanangan ini ditandai dengan pelaksanaan tradisi Nyonteng Kolbuk yang menjadi ritual khas masyarakat setempat dan digelar setiap bulan Sura.
Acara tersebut dihadiri oleh Asisten 2 dan 3 Setda Bondowoso, Sekretaris Daerah Fathur Rozi, Kepala Bakesbangpol, Kadisparpora Mulyadi, Kadishub, serta jajaran OPD terkait.
Juga turut hadir Kepala Desa Sumber Wringin, Dedi Hendriyanto, yang menyampaikan bahwa tradisi ini merupakan bagian dari selametan bumi rawuh, warisan turun-temurun masyarakat Desa Sumber Wringin.
"Desa kami telah ditetapkan sebagai salah satu desa pariwisata, dan sejak 2023 mendapatkan rekomendasi dari Kadisparpora untuk ditetapkan sebagai desa budaya. Tradisi Nyonteng Kolbuk ini rutin kami lakukan sebagai bentuk rasa syukur terhadap sumber mata air yang menjadi tumpuan hidup petani di sini," ungkap Dedi.
Tradisi Nyontheng Kolbuk dimulai sejak subuh pukul 05.00 WIB dengan prosesi penyembelihan kambing. Kepala kambing ditanam di sumber mata air, sedangkan dagingnya dimasak secara khusus oleh kaum laki-laki.
Dilarang keras bagi perempuan untuk memasaknya, karena dipercaya akan berdampak pada berkurangnya volume mata air. Jika tradisi tidak dilakukan, masyarakat percaya bahwa mata air akan menyusut dan berpotensi menimbulkan konflik rebutan air antar petani.
Kadisparpora Bondowoso, Mulyadi, menambahkan bahwa sebelum menetapkan Desa Sumber Wringin sebagai desa budaya, pihaknya telah melakukan seleksi terhadap tiga desa.
“Tahapan ini sudah dimulai sejak enam bulan lalu. Dari tiga desa nominasi, Sumber Wringin memperoleh poin tertinggi karena memiliki kegiatan budaya rutin dan kuat,” jelasnya.
Selain prosesi ritual, pencanangan desa budaya ini juga dimeriahkan dengan pertunjukan seni tari khas Sumber Wringin yang merupakan hasil pembinaan dari desa dan Disparbudpora. Hal ini, menurut Mulyadi, menjadi tradisi baru dalam setiap penetapan desa budaya, seperti yang juga dilakukan sebelumnya di Desa Klabang.
Lebih lanjut, Kadisparpora menegaskan bahwa keberadaan desa budaya akan dibina secara berkelanjutan hingga mandiri. Salah satu tujuan utamanya adalah peningkatan ekonomi masyarakat desa, seperti yang ditunjukkan oleh keberadaan destinasi wisata Teduh Glamping dan produk UMKM lokal yang kini mulai dikenal luas.
Sekretaris Daerah (Sekda) Bondowoso, Fathur Rozi, yang hadir mewakili Bupati KH Abdul Hamid Wahid, menyampaikan bahwa Bupati tidak dapat hadir karena agenda dinas di Jakarta. Namun, ia menitipkan pesan agar masyarakat terus berkreasi dan menjaga kearifan lokal.
“Menjadikan desa sebagai desa budaya bukan hal mudah karena ada indikator yang harus dipenuhi. Namun ini bukan hanya soal administrasi, tetapi juga untuk memperkuat pembangunan dari desa. Saya teringat dengan Asta Cita Presiden: membangun dari desa, maju dari desa,” tegas Sekda.
Hingga tahun 2025, Pemkab Bondowoso menargetkan pembentukan delapan desa budaya, termasuk Desa Sumber Wringin, Desa Klabang, Desa Karangmelok (Kecamatan Tamanan), Desa Blimbing (Kecamatan Klabang), Desa Prajekan Lor (Kecamatan Prajekan), dan Desa Ramban Kulon (Kecamatan Cermee). Ke depan, Pemkab berupaya meningkatkan jumlah desa budaya hingga dua hingga tiga desa per tahun.
What's Your Reaction?






