Petani di Situbondo Mengeluh, Dinas Pertanian Dinilai Absen: Harga Jagung Tak Sesuai HPP, Pupuk Subsidi Sulit Diakses

Mereka menilai kehadiran pemerintah dalam membantu proses tanam, panen, hingga distribusi hasil pertanian nyaris tidak terasa.

Jun 16, 2025 - 11:00
Jun 16, 2025 - 11:05
 0  64
Petani di Situbondo Mengeluh, Dinas Pertanian Dinilai Absen: Harga Jagung Tak Sesuai HPP, Pupuk Subsidi Sulit Diakses
Fathor Rahman, petani jagung, cabai, dan tembakau asal Desa Arjasa

SITUBONDO— Minimnya pendampingan dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Dispertangan) Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, menuai kritik dari petani di Kecamatan Arjasa.

Salah satunya datang dari Fathor Rahman, seorang petani yang merasa frustrasi dengan kondisi yang dialami di lapangan.

Menurut Fathor, hingga kini ia tak pernah merasakan kehadiran pendamping dari instansi terkait. Baik saat masa tanam, pemberian sosialisasi pupuk dan pestisida, penanganan hama penyakit tanaman, hingga panen, ia mengaku tak pernah didampingi oleh petugas lapangan.

"Ironis sekali, satu kali pun saya belum pernah melihat ada pendamping dari dinas datang ke lapangan," ujarnya saat dikonfirmasi, Minggu (15/6/2025).

Fathor menyebut, banyak lahan produktif di wilayah Arjasa yang sebenarnya memiliki potensi tinggi untuk pertanian. Namun, karena kurangnya bimbingan dan perhatian dari pihak dinas, potensi tersebut tidak berkembang maksimal.

Harga Panen Tak Sesuai HPP

Permasalahan utama yang disoroti Fathor adalah harga panen jagung. Ia mengungkapkan bahwa hasil panennya hanya dibeli Rp 4.600 per kilogram, jauh di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang tercantum dalam Peraturan Bapanas Nomor 18 Tahun 2025 sebesar Rp 5.500 per kilogram.

 "Jagung saya kemarin dihargai Rp 4.600. Padahal HPP-nya Rp 5.500. Ini sangat merugikan petani," ujarnya.

Kondisi ini menyebabkan pendapatan petani menurun tajam, sementara biaya produksi terus meningkat. Akibatnya, tak sedikit petani memilih membiarkan lahan mereka kosong karena tak sebanding dengan usaha yang dikeluarkan.

Masalah serius yang dikeluhkan Fathor adalah soal harga jual hasil panen, khususnya jagung. Ia mengaku harga jual jagung dari petani hanya dihargai Rp 4.600 per kilogram, jauh di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang telah ditetapkan sebesar Rp 5.500 per kilogram.

Padahal, aturan resmi dari Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nomor 18 Tahun 2025 menyebutkan bahwa harga jagung di tingkat petani seharusnya minimal Rp 5.000 lebih per kilogram.

"Saya tanam jagung, cabai, dan tembakau. Tapi khusus jagung, panen kemarin dihargai cuma Rp 4.600 per kilogram. Itu sangat tidak sebanding dengan biaya produksi," keluhnya.

Pupuk Subsidi Tak Terjangkau

Persoalan lain yang mencuat adalah sulitnya akses petani terhadap pupuk bersubsidi. Banyak petani belum masuk dalam E-RDKK

Selain harga jual panen yang tak sepadan, Fathor juga mengeluhkan distribusi pupuk subsidi yang masih bermasalah. Ia menyebut banyak petani di desanya belum terdaftar di sistem E-RDKK, sehingga tidak bisa mengakses pupuk bersubsidi.

"Petani di desa saya banyak yang belum dapat pupuk subsidi karena tidak terdaftar di E-RDKK. Tapi dari pihak penyuluh pertanian lapangan (PPL) juga tidak ada upaya untuk mendampingi kami mengurus itu," katanya.

Kondisi tersebut membuat banyak lahan pertanian dibiarkan kosong. Padahal, biasanya lahan-lahan itu ditanami jagung atau cabai. Menurut Fathor, ini merupakan dampak langsung dari minimnya sosialisasi dan rendahnya harga jual panen.

Ia menilai, seharusnya Dinas Pertanian hadir memberikan solusi. “Jangan diam saja. Ini kan tugas mereka untuk membantu petani,” ujarnya.

Kekhawatiran lain yang disampaikan Fathor adalah terkait masa depan pertanian di Situbondo. Menurutnya, jika kondisi seperti ini terus berlanjut, maka dikhawatirkan tidak akan ada generasi muda yang mau terjun ke sektor pertanian.

"Petani milenial seharusnya menjadi pilar bangsa. Tapi kalau seperti ini terus, siapa yang mau jadi petani ke depan?" ujarnya prihatin.

Ia menegaskan, perlu ada langkah serius dari pemerintah daerah untuk membina petani muda agar tertarik bertani. Termasuk dengan meningkatkan pelatihan, akses pasar, serta kepastian harga.

Lebih jauh, Fathor menyoroti pentingnya inovasi dalam dunia pertanian. Ia menyebut, Dinas Pertanian harus mampu menghadirkan terobosan, baik dalam bentuk teknologi pertanian maupun metode budidaya yang modern dan efisien.

“Misalnya, alat pertanian yang bisa menggemburkan tanah agar lahan lebih produktif. Atau inovasi lain yang bisa meningkatkan hasil tani dan berdampak pada Pendapatan Asli Daerah (PAD),” paparnya.

Menurut Fathor, pendekatan pertanian berbasis inovasi menjadi kunci untuk meningkatkan daya saing petani lokal, sekaligus menjawab tantangan krisis regenerasi petani yang kian nyata.

Hingga berita ini ditulis, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Situbondo, Dadang Aries Bintoro, belum memberikan tanggapan atas keluhan para petani.

Penulis: Khairul

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow