Usia 71 Tahun Bukan Hambatan Untuk Berjalan Kaki 30 Km dari Tanggul-Jember

Aug 24, 2025 - 14:30
Aug 24, 2025 - 18:47
 0
Usia 71 Tahun Bukan Hambatan Untuk  Berjalan Kaki 30 Km dari Tanggul-Jember
Peserta Tajemtra 2025 Muntoyo asal Jember berhasil melibas rute 30 kilometer dan tiba di jantung kota pada Sabtu (23/8/2025) sekitar pukul 20.22 WIB.

KABAR RAKYAT, JEMBER - Peluh masih menetes di kening Muntoyo ketika dia akhirnya duduk berselonjor di pelataran Alun-alun Jember, Sabtu (23/8/2025) malam. Jam menunjukkan pukul 20.22 WIB. 

Lelaki berusia 71 tahun itu baru saja menuntaskan perjalanan panjang 30 kilometer, menapaki aspal dari Alun-alun Tanggul menuju jantung kota Jember, mengikuti Gerak Jalan Tanggul-Jember Tradisional (Tajemtra) 2025.

Sehari-hari, Muntoyo bekerja sebagai pembersih makam. Dia tinggal di Jalan Ahmad Yani, Kecamatan Sumbersari, Kabupaten Jember. 

Keringat membasahi tubuhnya. Kantung mata yang mengendur jadi penanda usianya yang telah renta. Namun napasnya stabil. Stamina yang dimiliki Muntoyo tidak sembarangan. 

“Senang aja. Itu sudah kebiasaan saya. Satu kebanggaan bagi saya,” ujarnya sembari meminta izin menyelonjorkan kaki. 

Tidak ada air minum yang dia bawa, tak juga bekal makanan. Hanya tas kecil dan piagam penghargaan yang baru diterimanya. 

Tetapi, alasan Muntoyo mengikuti Tajemtra jauh lebih besar daripada sekadar hadiah atau medali. Dia menyebutnya sebagai panggilan hati.

Bahkan, dia telah mengikuti Tajemtra sejak era Bupati Abdul Hadi pada 1977 hingga hari ini. 

“Saya dulu kan enggak ikut berjuang dalam kemerdekaan. Sekarang sudah merdeka. Makanya saya ingin membantu dengan tenaga saya untuk merayakan,” katanya dengan suara lirih.

Ucapan itu meluncur begitu ringan, tetapi sarat makna. Di tengah ribuan peserta yang ikut demi olahraga, gaya hidup sehat, atau sekadar meramaikan, Muntoyo datang dengan alasan ideologis. Soal bangsa, soal kemerdekaan. 

Baginya, Tajemtra bukan hanya lomba jalan kaki. Itu adalah ritual kebangsaan yang bisa dia jalani dengan sisa tenaga di masa senjanya.

Ada kerendahan hati di balik keputusannya. Dia tidak ingin dianggap pahlawan. Bahkan hadiah baginya tak penting. Yang membuatnya bahagia hanyalah kesempatan turut serta dalam perayaan. 

"Meskipun saya tidak dapat hadiah, enggak masalah. Saya tetap senang," ungkapnya. 

Malam itu, lampu-lampu Alun-alun Jember bersinar terang, musik panggung terus bergema, dan para peserta bersorak riuh menyambut garis finis. 

Di tengah euforia itu, lelaki sepuh duduk tenang, beristirahat dari langkah-langkah panjangnya. Dia bukan yang tertua, bukan pula yang tercepat. 

Tetapi di wajah Muntoyo tergambar sesuatu yang jarang dimiliki, yakni keyakinan sederhana cinta tanah air bisa diekspresikan lewat kaki yang tak pernah berhenti melangkah.(adr)

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow