Didukung Bupati Situbondo, Pasar Singomulyo Hidup Lagi, Batik Karya Difabel Dilirik Mas Rio
Pasar Singomulyo sempat mati suri sejak 2011. Kini, setelah lebih dari satu dekade, pasar tersebut kembali dibuka.

KABAR RAKYAT,SITUBONDO– Suasana pembukaan Pasar Singomulyo di Desa Kedungdowo, Kecamatan Arjasa, Selasa (12/8/2025), menjadi momen istimewa bagi kelompok perajin Batik Ciprat yang seluruh anggotanya penyandang disabilitas.
Kehadiran Yusuf Rio Wahyu Prayogo Bupati Situbondo membawa angin segar, terlebih ketika ia memberi dukungan penuh bagi pengembangan karya mereka.
Pasar Singomulyo sempat mati suri sejak 2011. Kini, setelah lebih dari satu dekade, pasar tersebut kembali dibuka.
Acara pembukaan dihadiri Bupati dan Wakil Bupati Situbondo bersama jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda).
Bagi para perajin Batik Ciprat, momentum ini menjadi kesempatan memperkenalkan hasil karya ke khalayak lebih luas.
Mereka bahkan mendapat perhatian khusus dari Bupati yang menyempatkan diri melihat langsung proses pembuatan batik.
“Pasar ini sudah lama tidak beroperasi. Dengan dibuka kembali, mudah-mudahan memberikan dampak ekonomi yang positif bagi masyarakat,” ujar Masrio usai meninjau sejumlah lapak di pasar.
Sebagai daerah yang baru mendeklarasikan diri sebagai Kabupaten UMKM, Situbondo disebut Masrio tengah gencar membangkitkan sentra usaha rakyat di titik-titik vital desa dan kecamatan.
Pasar tradisional, menurutnya, memiliki peran strategis dalam menggerakkan ekonomi lokal.
Dalam kunjungannya, Bupati menemukan satu hal yang membuatnya terkesan: sebuah komunitas pembatik yang seluruh anggotanya adalah penyandang disabilitas. Mereka telah memiliki pelanggan dari berbagai provinsi di Indonesia.
“Justru saya baru tahu ada kelompok batik yang dibuat murni oleh para difabel. Saya akan dorong penuh. Secara kebijakan, saya minta beberapa direktur BUMD membeli untuk karyawannya,” kata Masrio.
Bupati tidak hanya meninjau, tetapi juga mendampingi perajin saat proses pembuatan batik ciprat berlangsung. Ia terlihat berbincang dengan anggota kelompok sambil mengamati detail setiap motif yang dikerjakan.
Sujamin, Ketua Kelompok Batik Ruby yang menaungi para pembatik difabel, mengatakan bahwa komunitas ini lahir dari keinginan menghapus stigma negatif.
“Dulu banyak yang menganggap difabel hanya menjadi beban. Kami ingin buktikan bahwa difabel punya keterampilan dan bisa mandiri,” ujarnya.
Ia mengaku bangga ketika Bupati membeli beberapa karya batik dengan harga tinggi secara pribadi.
“Alhamdulillah, tadi Mas Bupati membeli langsung. Terima kasih atas dukungannya,” tambah Sujamin.
Bagi para anggota, dukungan Bupati kepada BUMD untuk membeli batik difabel menjadi motivasi besar.
“Sebagian anggota ada yang tidak bisa berjalan, bahkan ada yang tidak bisa berbicara. Tapi mereka tetap berkarya,” ujarnya.
Kelompok Batik Ruby beranggotakan 15 pembatik dengan ragam disabilitas berbeda. Masing-masing memiliki peran, mulai dari mencipratkan warna hingga mengeringkan kain. Proses produksi dilakukan bersama-sama di rumah produksi sederhana di desa.
Batik ciprat sendiri memiliki ciri khas unik, yaitu motif yang dihasilkan dari teknik percikan warna pada kain. Setiap lembar batik menjadi karya satu-satunya karena tidak bisa direplikasi persis.
Dengan adanya perhatian pemerintah daerah, para perajin berharap batik ciprat difabel bisa menembus pasar nasional, bahkan internasional. Mereka juga berharap fasilitas produksi bisa ditingkatkan agar kualitas dan kapasitas produksi semakin baik.
Bupati Masrio menegaskan, Pemkab Situbondo akan terus memberi ruang bagi pelaku UMKM difabel.
“Kita harus memastikan mereka bukan hanya dilihat, tapi juga dilibatkan dalam perputaran ekonomi,” tegasnya.
Pembukaan kembali Pasar Singomulyo dan sorotan terhadap Batik Ciprat difabel menjadi penanda bahwa kebangkitan ekonomi desa bisa dimulai dari keberpihakan kepada kelompok yang selama ini terpinggirkan.
Penulis: Khairul
What's Your Reaction?






