Fraksi PDIP Nilai Bondowoso Terjebak Zona Nyaman, Kepentingan Rakyat Dikesampingkan
Salah satu sorotan paling keras diarahkan pada program Universal Health Coverage (UHC) yang justru dinilai membebani warga miskin. Sofi menuding Pemkab lamban memperjuangkan hak warga yang kerap dinonaktifkan dari kepesertaan BPJS Kesehatan.

KABAR RAKYAT, BONDOWOSO– Fraksi PDI Perjuangan DPRD Bondowoso menumpahkan kritik pedas terhadap Raperda Perubahan APBD 2025.
Mereka menilai postur anggaran yang disusun pemerintah daerah tidak menunjukkan keberpihakan pada wong cilik, bahkan cenderung abai pada kebutuhan rakyat kecil.
Lewat juru bicaranya, Sofi Indriasari, Fraksi Banteng menegaskan bahwa APBD seharusnya berpihak pada marhaen, bukan hanya sekadar formalitas teknis.
“Kepentingan rakyat Bondowoso harus di atas segalanya,” tegas Sofi dalam rapat paripurna di Graha DPRD, Rabu (17/9/2025).
Salah satu sorotan paling keras diarahkan pada program Universal Health Coverage (UHC) yang justru dinilai membebani warga miskin.
Sofi menuding Pemkab lamban memperjuangkan hak warga yang kerap dinonaktifkan dari kepesertaan BPJS Kesehatan.
“Jangan sampai rakyat sakit tidak bisa berobat hanya karena birokrasi semrawut. Bupati harus berani menekan Kementerian Sosial agar peserta JKN PBI APBN segera diaktifkan kembali,” ujarnya.
Di sektor pendidikan, PDIP menilai pemerintah daerah gagal menjamin akses dan mutu layanan.
Kasus perundungan di sekolah semakin marak, sementara fasilitas pendidikan banyak yang reyot dan tidak layak pakai.
“Kami temukan sekolah negeri yang nyaris ambruk, dan kualitas guru masih jauh dari standar. Jika dibiarkan, generasi Bondowoso akan kehilangan masa depan,” sindir Sofi.
Fraksi juga mendesak agar tenaga honorer kategori 2 (THK2) segera diangkat menjadi PPPK, terutama yang hampir memasuki usia pensiun.
Mereka menilai lambannya penanganan persoalan honorer adalah bentuk ketidakpekaan pemerintah daerah terhadap pengabdian tenaga pendidikan dan pelayanan publik.
Meski mengapresiasi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tanpa menaikkan PBB, PDIP mengingatkan agar efisiensi tidak berhenti pada slogan.
“Anggaran seremonial yang tidak bermanfaat harus dipangkas. Jangan rakyat disuruh hemat, sementara birokrasi boros,” tegasnya.
Sorotan lain diarahkan pada sektor pariwisata, khususnya Kawah Ijen yang sudah berstatus Unesco Global Geopark. Menurut PDIP, potensi emas ini dibiarkan mandek, membuat warga lokal sekadar menjadi penonton.
“Bondowoso ini penopang Bali, rutenya lebih landai. Tapi rakyat kita hanya jadi penikmat, bukan pelaku. Ini kegagalan dalam mengelola peluang besar,” kata Sofi.
Fraksi menuntut Pemkab serius mengawal status geopark internasional agar tidak berhenti pada seremoni semata.
“Jangan sampai semangat di awal, tapi hilang tanpa hasil. Jangan sampai ‘sirna ilang kertaning bumi’ jadi kenyataan,” ucap Sofi.
Bagi PDIP, perubahan APBD 2025 harus dijadikan momentum koreksi arah kebijakan, bukan sekadar angka-angka di atas kertas. “Kami tidak ingin Bondowoso terjebak dalam zona nyaman. APBD harus jadi instrumen keadilan, kepastian, dan keberpihakan bagi wong cilik. Itu harga mati,” pungkasnya.
What's Your Reaction?






