Bondowoso Perlu Pusat Kopi Bermerek, Pengamat Kebijakan Publik Imbau FKN Tak Hanya Terpusat di Kota

Pengamat kebijakan publik Universitas Jember (Unej), Hermanto Rohman, menilai Bondowoso membutuhkan pusat kopi bermerek atau Branded Center of Coffee

Sep 9, 2025 - 17:04
Sep 9, 2025 - 17:29
 0
Bondowoso Perlu Pusat Kopi Bermerek, Pengamat Kebijakan Publik Imbau FKN Tak Hanya Terpusat di Kota
Hermanto Rohman, Pengamat kebijakan publik Universitas Jember (Unej) baju merah saat ngobrol dengan praktisi kopi di Sumberwringin

BONDOWOSO– Pengamat kebijakan publik Universitas Jember (Unej), Hermanto Rohman, menilai Bondowoso membutuhkan pusat kopi bermerek atau Branded Center of Coffee.

Menurutnya, konsep ini bisa diwujudkan melalui penguatan Bondowoso Republik Kopi (BRK) agar menjadi pusat sekaligus ibu kota kopi di Indonesia.

Pernyataan itu ia sampaikan usai gelaran Festival Kopi Nusantara (FKN) ke-8 yang berlangsung pada 4–6 September 2025 di Alun-Alun Raden Bagus Asra, Bondowoso.

“Yang perlu dieksplorasi justru wilayah hulu, bukan hanya kota,” ujar Hermanto kepada media, Selasa (9/09/2025).

Festival Kopi Perlu Sentuh Hulu

Hermanto menjelaskan, sebaiknya penyelenggaraan FKN ditempatkan di kawasan basis pertanian kopi. Dengan melibatkan petani di hulu, festival akan memberi nilai lebih bagi masyarakat dan tidak hanya terkesan sebagai ajang hiburan atau formalitas.

Ia mencontohkan, acara bisa digelar di Sumberwringin sebagai wilayah hulu, sementara kegiatan di hilir tetap diadakan di pusat kota. Dengan begitu, dampak ekonomi bisa dirasakan lebih merata.

“Festival ini seharusnya benar-benar menjadi milik rakyat, agar semua ikut merasakan manfaatnya,” katanya.

Sumberwringin Berpotensi Jadi Magnet Baru

Menurut Hermanto, Sumberwringin layak dikembangkan menjadi lokasi FKN karena dekat dengan lahan kopi sekaligus memiliki keterkaitan dengan Ijen Geopark.

“Menjadikan Sumberwringin magnet kopi sekaligus magnet Ijen Geopark akan memberi dampak ekonomi besar bagi Bondowoso,” ungkapnya.

Ia menambahkan, potensi Sumberwringin tidak hanya perkebunan kopi, tetapi juga kerajinan batik dan konsep kampung kopi yang menyatu dengan kehidupan warga. Aset milik pemda di kawasan tersebut pun bisa dioptimalkan.

Pemerintah Perlu Lebih Dekat dengan Petani

Hermanto menilai pemerintah daerah selama ini kurang banyak berdialog dengan petani dan prosesor kopi. Padahal, mereka memiliki pengetahuan mendalam terkait produksi, pasar, hingga kualitas kopi.

“Organisasi perangkat daerah (OPD) hanya tahu data makro yang belum tentu sesuai kondisi lapangan. Pemerintah harus mempertemukan kelompok petani di hulu, terutama prosesor, untuk membuat kontrak farming dengan calon pembeli,” jelasnya.

Pemda Bisa Jadi Offtaker

Lebih jauh, Hermanto mendorong Pemkab Bondowoso untuk berperan sebagai offtaker kopi, bukan hanya menyerahkan pasar kepada eksportir atau pedagang besar.

Dengan langkah ini, pemerintah bisa memberi jaminan pasar bagi petani sekaligus meningkatkan nilai tambah kopi Bondowoso.

Manfaatkan Jalur Wisata dan Transportasi

Dalam jangka panjang, Hermanto melihat peluang besar dari konektivitas wisata Ijen. Ia menyebut jalur penerbangan Bali–Jember dapat menjadi pintu masuk strategis bagi wisatawan dan pasar kopi Bondowoso.

“Bondowoso bisa menjalin kerja sama dengan Pemda Jember sehingga destinasi Ijen tidak hanya didominasi paket wisata dari Banyuwangi,” pungkasnya.

 

 

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow