Dorong Percepatan Perhutanan Sosial, Bondowoso Siapkan Kelembagaan Pengelola

Ini adalah komitmen Bapak Bupati untuk bagaimana nanti program ini bisa dinikmati oleh masyarakat. Kita berharap semua pihak dapat memanfaatkan program ini dengan sebaik-baiknya.

Jun 18, 2025 - 15:37
Jun 18, 2025 - 15:52
 0  36
Dorong Percepatan Perhutanan Sosial, Bondowoso Siapkan Kelembagaan Pengelola
Suasana Rakor Pemkab Bondowoso dan Dinas Perhutanan Jawa Timur

BONDOWOSO – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bondowoso tengah mendorong percepatan implementasi program perhutanan sosial sebagai bagian dari upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama yang tinggal di sekitar kawasan hutan. Hal ini disampaikan oleh Penjabat Sekretaris Daerah (PJ Sekda) Bondowoso, Anisatul Hamidah, dalam sebuah agenda koordinasi bersama Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur, Rabu (18/6/2025).

Menurut Anis, perhutanan sosial bukan hanya sekadar kebijakan, tetapi merupakan bentuk nyata komitmen pemerintah daerah dalam mendampingi masyarakat untuk mengakses dan memanfaatkan hutan secara legal, berkelanjutan, dan berdampak pada peningkatan taraf hidup.

“Konsep perhutanan sosial itu seperti apa, ini adalah komitmen Bapak Bupati untuk bagaimana nanti program ini bisa dinikmati oleh masyarakat. Kita berharap semua pihak dapat memanfaatkan program ini dengan sebaik-baiknya. Prinsipnya, Pemerintah Kabupaten Bondowoso siap mendampingi masyarakat agar perhutanan sosial ini benar-benar menjadi sarana meningkatkan kesejahteraan,” jelasnya.

Meski demikian, ia mengakui bahwa hingga kini pemerintah daerah masih menunggu penetapan pasti luasan wilayah hutan yang akan diberikan akses kelola kepada masyarakat.

"Angkanya memang sudah disampaikan, tapi kami masih menunggu finalisasi dari Kementerian Kehutanan melalui Balai Besar PS di Yogyakarta. Proses ini memang harus mengikuti sejumlah tahapan," tambah Anis.

Senada dengan hal tersebut, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur, Jumadi, menyoroti perlunya percepatan dan pembentukan kelembagaan pengelola perhutanan sosial di Bondowoso. Menurutnya, program ini sudah berjalan lama namun terus mengalami dinamika kebijakan, terutama dari sisi regulasi.

"Perhutanan sosial itu sudah lama, cuma memang regulasinya berubah-ubah. Di Bondowoso, hingga saat ini, prosentase implementasinya masih 0%. Tapi sudah ada daerah lain, seperti Blitar, yang progresnya jauh lebih cepat karena mereka sudah membentuk kelembagaan, seperti Pokja PS. Itu yang membuat mereka bisa segera bergerak,” ungkap Jumadi.

Ia pun secara langsung mendorong Pemerintah Kabupaten Bondowoso untuk segera mengajukan usulan pengelolaan kawasan perhutanan sosial seluas 9.500 hektar.

"Saat ini sudah ada tujuh kelompok dari Bondowoso yang tengah melakukan verifikasi di Jakarta. Ini progres yang bagus, meskipun SK-nya belum keluar. Maka saya datang ke sini untuk mendorong percepatan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Jumadi menjelaskan bahwa perhutanan sosial merupakan kebijakan pemerintah pusat yang bertujuan untuk melakukan redistribusi akses terhadap kawasan hutan negara. Masyarakat yang sebelumnya hanya menjadi pihak luar dari pengelolaan hutan, kini diberikan hak kelola agar bisa menjadi subyek dalam pengembangan kawasan.

“Sebelumnya, masyarakat itu hanya menjadi mitra Perhutani, tidak punya hak penuh dalam pengelolaan. Tapi setelah munculnya Kepmen LHK Nomor 287 Tahun 2022, sebagian hak kelola Perhutani dialihkan dan diberikan kepada masyarakat, khususnya melalui skema Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK),” jelasnya.

Kebijakan ini membuka ruang seluas-luasnya bagi kelompok masyarakat, petani hutan, dan desa-desa penyangga hutan untuk terlibat langsung dalam pengelolaan, konservasi, serta pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK). Potensi ekonomi dari sektor ini cukup besar jika dikelola dengan kelembagaan yang kuat dan pendampingan yang tepat.

Langkah awal yang kini didorong adalah pembentukan kelembagaan formal di tingkat kabupaten yang akan menjadi motor penggerak. Dalam hal ini, perangkat desa juga diharapkan aktif mendampingi dan memfasilitasi kelompok-kelompok tani hutan dalam mengajukan proposal dan menjalani proses verifikasi.

“Kalau kita mau cepat, maka kelembagaannya harus kuat dulu. Pemerintah desa, kelompok tani, dan dinas terkait harus berjalan bersama. Dengan luasan potensi 9.500 hektar, ini bukan hal kecil, dan kalau dikelola benar bisa jadi penopang ekonomi masyarakat di sekitar hutan,” pungkasnya.

 

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow