Ketua DPRD Bondowoso: Jalan Rusak Bukan Semata Salah Pemda, APBD 2025 Terkena Dampak Efisiensi Nasional

Apr 17, 2025 - 18:41
Apr 17, 2025 - 21:41
 0
Ketua DPRD Bondowoso: Jalan Rusak Bukan Semata Salah Pemda, APBD 2025 Terkena Dampak Efisiensi Nasional
Salah satu jalan rusak di Bondowoso yang dikeluhkan warga

BONDOWOSO – Ketua DPRD Bondowoso, Ahmad Dhafir, angkat bicara terkait keluhan masyarakat mengenai kondisi jalan rusak yang belum kunjung diperbaiki. Menurutnya, permasalahan ini tidak bisa semata-mata dilimpahkan ke pemerintah daerah saat ini. Sebab, ada sejumlah faktor struktural yang mempengaruhi, termasuk kebijakan efisiensi anggaran dari pemerintah pusat.

“Yang pertama, secara garis besar banyak orang pintar menyalahkan orang lain, tapi susah mengakui kesalahan diri sendiri,” tegas Ahmad Dhafir, Kamis (17/04/2025).

Ia menjelaskan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025 sebenarnya telah disusun sejak awal tahun 2024 dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) untuk Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) tahun 2025. Dokumen final APBD 2025 itu sendiri diketok palu pada bulan November 2024, sebelum Bupati Hamid dilantik. 

“Artinya, APBD ini adalah produk dari pemerintahan sebelumnya,” ujarnya.

Lebih jauh, pria yang akrab disapa Dhafir menyebut bahwa pada tahun anggaran 2025 ini terdapat tekanan dari pemerintah pusat terkait kebijakan efisiensi anggaran nasional. Instruksi Presiden (Inpres), Surat Edaran Menteri Dalam Negeri, dan keputusan dari Kementerian Keuangan semuanya mengarah pada efisiensi, termasuk penarikan Dana Alokasi Umum (DAU) earmark untuk infrastruktur jalan senilai Rp65 miliar.

“Anggaran itu ditarik oleh pemerintah pusat, artinya tidak bisa dilaksanakan,” ungkapnya.

Selain itu, Bondowoso juga terkena sanksi dari Dana Alokasi Khusus (DAK) karena tidak dapat melaksanakan sejumlah proyek pada 2022–2023, khususnya pembangunan jalan dari Garduatak menuju Ijen hingga ke Sukorejo. Tertundanya kelanjutan proyek tersebut, menurut Dhafir, disebabkan karena belum turunnya izin dari Perhutani.

“Karena tidak bisa dilaksanakan, tentu ada sanksi. Dan sanksinya berlaku di tahun anggaran 2025 ini,” tambahnya.

Tak hanya itu, kondisi fiskal daerah juga diperparah dengan kesalahan asumsi dalam perhitungan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) tahun 2024. Dalam pembahasan APBD 2025 bersama eksekutif, DPRD mendapatkan informasi bahwa SiLPA diperkirakan mencapai Rp140 miliar. Jumlah itu kemudian digunakan sebagai dasar pembiayaan berbagai program, termasuk infrastruktur.

Namun, realisasinya sangat jauh dari prediksi. SiLPA yang masuk hanya sebesar Rp64 miliar, dan dari jumlah itu hanya Rp3 miliar yang berbentuk block grant atau dana yang bebas digunakan. Artinya, ada sekitar Rp76 miliar program pembangunan yang tidak dapat direalisasikan karena kekosongan anggaran.

“Dengan kenyataan itu, maka sudah bisa dipastikan sejumlah program tidak bisa berjalan karena memang tidak ada uangnya,” jelas Dhafir.

Ia berharap masyarakat bisa memahami kompleksitas perencanaan dan pelaksanaan anggaran daerah, serta tidak buru-buru menyalahkan satu pihak saja atas berbagai persoalan yang muncul, termasuk terkait infrastruktur jalan.

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow