Dugaan Penyimpangan PKH Sumbersalak Ditangani Kejaksaan Negeri Bondowoso, Saat ini Sudah Dilakukan Pulbaket
Koordinator Kabupaten (Korkab) PKH Bondowoso, Wawan Purwadi, mengakui bahwa dugaan kasus penyimpangan PKH di Desa Sumbersalak telah ditangai Aparat Pebegak Hukum (APH).

BONDOWOSO– Duagaan penyimpangan penyaluran bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) Kementrian Sosial (Kemensos) di Desa Sumbersalak, Kecamatan Curahdami, sudah ditangani Kejaksaan Negeri Bondowoso
Saat ini Kejaksaan Negeri Bondowoso melakukan pengumpulan bahan keterangan atau pulbaket.
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kasi Intel Kejari) Bondowoso, Adi Harsanto, menyebutkan bahwa pihaknya telah turun tangan meminta keterangan dari sejumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
“Kami sudah melakukan pengumpulan data awal. Saat ini kami dalami indikasi pelanggaran,” ungkapnya, Rabu (11/9/2025).
Sementara itu, Koordinator Kabupaten (Korkab) PKH Bondowoso, Wawan Purwadi, mengakui bahwa dugaan kasus penyimpangan PKH di Desa Sumbersalak telah ditangai Aparat Pebegak Hukum (APH).
Pihaknya mengatakan sebagai Korkab masih belum dipanggil dan dimintai keterangan, sementara pendamping PKH Desa Sumbersalak sudah dipanggil.
"Informasinya, kasus ini sedang ditangani oleh Aparat Penegak Hukum (APH), tapi hingga saat ini saya belum dihubungi langsung oleh APH. Pendamping saya sudah dipanggil, namun saya belum dimintai keterangan," ujarnya.
Wawan juga menyampaikan bahwa sudah ada audit internal berupa cetakan e-koran rekening KPM. Namun hasilnya belum bisa disimpulkan secara menyeluruh.
“Ibarat masakan, masih belum matang. Ada pengakuan dari KPM bahwa bantuan yang diterima tidak sesuai. Setelah dicek ke DTKS memang benar tidak sesuai. Tapi saat dicek ke rekening, dana ternyata masuk. Yang jadi pertanyaan kemudian adalah, apakah dana itu sampai ke tangan KPM atau tidak? Di sinilah peran agen penting untuk diperiksa, dan itu bukan ranah saya,” paparnya.
Salah satu warga Desa Sumbersalak, Laili (39) juga menyampaikan, dugaan pelanggaran yang ditemukan cukup kompleks. Selain pemotongan bantuan, ada laporan tentang pencairan dana tanpa sepengetahuan penerima. Bahkan, ada KPM yang baru mengetahui bahwa mereka terdaftar sebagai penerima bantuan setelah ramai diperiksa pihak kejaksaan.
Beberapa warga menyebut bahwa sejak awal, kartu ATM mereka tak pernah dipegang sendiri. Sebaliknya, kartu itu dikuasai oleh oknum yang disebut-sebut sebagai agen pencairan di desa.
“Kartu ATM ibu saya dipegang orang lain sejak awal. Kami tidak pernah diberi tahu kalau ada bantuan masuk,” kata Laili.
Laili menyebut ada indikasi kuat keterlibatan pihak-pihak yang seharusnya menjadi pengawas, justru menjadi bagian dari jaringan penguasaan dana bantuan.
“ATM dipegang, uang dicairkan, tapi keluarga saya tidak menerima sepeser pun. Ini kriminal,” tukasnya.
Modus lain yang terungkap adalah praktik “pencairan senyap”. Beberapa bantuan disebut telah cair dan bahkan berpindah tangan ke rekening atas nama orang lain yang tidak berhubungan dengan KPM.
Hal itu terungkap dari bukti transaksi bank berupa rekening koran yang memperlihatkan adanya transfer dana ke pihak ketiga.
“Nama yang menerima tidak dikenal oleh KPM. Tapi uangnya hilang begitu saja,” ujar sumber kejaksaan yang tak ingin disebut namanya.
Tak hanya itu, dalam beberapa kasus, bantuan yang seharusnya berjumlah Rp600 ribu, hanya diberikan Rp400 ribu. Ada pula KPM yang hanya menerima beras sebagai ganti uang tunai yang tidak pernah diserahkan.
“Saya sedih. Bukan cuma karena sedikit, tapi karena kami, rakyat miskin, dipermainkan,” ujar seorang ibu rumah tangga yang menjadi KPM. Ia meminta namanya dirahasiakan karena takut mendapat tekanan.
Menurut dia, praktik ini sudah berlangsung lama. Namun warga tidak berani melapor karena takut kehilangan bantuan.
“Kami ini lemah, mas. Tapi sekarang saya ingin bersuara,” serunya.
Sejumlah warga akhirnya memberanikan diri menemui jaksa dan menyerahkan bukti-bukti. Di antaranya adalah salinan rekening koran, surat pernyataan, hingga tangkapan layar dari aplikasi SIKS-NG, sistem resmi penyaluran bantuan sosial.
Kepala Desa Sumbersalak, Makbul, membenarkan bahwa kasus ini tengah menjadi perhatian pihaknya. Ia mengatakan telah memeriksa data dan mencocokkannya dengan sistem SIKS-NG.
“Hasil verifikasi menunjukkan bahwa beberapa nama KPM memang sudah melakukan transaksi,” ujar Makbul.
Namun yang jadi masalah, kata dia, warga merasa tidak menerima uang tersebut.
Kepala desa kemudian melakukan pengecekan ulang ke bank. Hasilnya, transaksi memang tercatat. Tapi tidak diketahui siapa yang mencairkan dan siapa yang memegang kartu ATM.
“Ada yang dananya ditransfer ke rekening, tapi bukan ke KPM. Ada juga yang sudah cair, tapi uangnya tidak sampai ke tangan warga,” ucap Makbul.
Makbul menegaskan bahwa pemerintah desa tidak akan tinggal diam. Ia berjanji akan mengawal kasus ini sampai tuntas.
“Ini soal keadilan. Warga saya yang miskin punya hak. Kami siap tempuh jalur hukum,” tegasnya.
Dia juga meminta pendamping PKH dari Kabupaten untuk turun langsung melakukan audit ulang.
Menurutnya, pendamping harus bertanggung jawab. Sebab, sorotan tajam masyarakat memang tertuju pada pendamping PKH. Dalam banyak laporan, mereka disebut sebagai pihak yang paling tahu alur distribusi bantuan, dan bahkan memiliki kuasa menunjuk agen pencairan.
“Pendamping tahu siapa yang menerima dan siapa yang tidak. Kalau sampai ada ATM yang dipegang pihak ketiga, ini jelas kelalaian,” ujar seorang tokoh pemuda Curahdami yang tak mau namanya disebut.
Pihak Dinas Sosial Kabupaten Bondowoso belum memberikan tanggapan resmi. Namun sumber internal menyebutkan bahwa mereka telah menerima laporan talah diproses kejaksaan.
Kasus ini menjadi ujian serius bagi komitmen pemerintah daerah dan penegak hukum dalam melindungi hak rakyat kecil. Program bantuan sosial tak seharusnya jadi ladang permainan bagi oknum yang rakus.
Jika benar terbukti ada penyelewengan, bukan hanya uang negara yang dicuri melainkan juga harapan orang-orang miskin untuk hidup lebih layak.
What's Your Reaction?






