Modus Kredit Fiktif di BRI Tapen Bondowoso: Manipulasi Data Warga Meninggal, Negara Rugi Rp5,3 Miliar

Dalam peranannya, A diduga memfasilitasi pengubahan data domisili secara ilegal dan menyuplai data pribadi ke jaringan pelaku. Ia menerima bayaran antara Rp400 ribu hingga Rp500 ribu untuk setiap identitas yang berhasil dimanipulasi. Praktik ini dilakukan tanpa konfirmasi kepada pemilik data yang sah.

Jul 15, 2025 - 20:43
Jul 15, 2025 - 20:48
 0  61
Modus Kredit Fiktif di BRI Tapen Bondowoso: Manipulasi Data Warga Meninggal, Negara Rugi Rp5,3 Miliar
Kedua tersangka, A (depan) dan AS (belakang) saat digelandang Kejari Bondowoso (istimewa)

BONDOWOSO– Kasus korupsi kredit fiktif yang menyeret Unit Bank BRI Tapen semakin menunjukkan skema kejahatan yang sistematis dan terstruktur. Kejaksaan Negeri (Kejari) Bondowoso menetapkan dua tersangka baru yang diduga berperan penting dalam memfasilitasi pemalsuan data nasabah demi mencairkan kredit bodong.

Kedua tersangka tersebut adalah A, seorang operator mutasi data di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Bondowoso, serta AS, mantri bank di BRI Unit Tapen.

Modus kejahatan ini melibatkan manipulasi besar-besaran terhadap dokumen kependudukan, termasuk identitas milik warga yang telah meninggal dunia. Berdasarkan hasil audit dan fakta persidangan dari dua pelaku sebelumnya, YA dan RA, diketahui bahwa A dan AS berperan krusial dalam rekayasa identitas palsu.

“Skema ini sangat rapi. Dokumen yang dimanipulasi mencakup KTP, surat domisili, hingga nama-nama warga yang bahkan sudah meninggal dunia. Mereka dijadikan ‘nasabah’ tanpa sepengetahuan keluarga,” ungkap Kepala Kejari Bondowoso, Dzakiyul Fikri, pada Selasa, (15/7/2025).

Dalam peranannya, A diduga memfasilitasi pengubahan data domisili secara ilegal dan menyuplai data pribadi ke jaringan pelaku. Ia menerima bayaran antara Rp400 ribu hingga Rp500 ribu untuk setiap identitas yang berhasil dimanipulasi. Praktik ini dilakukan tanpa konfirmasi kepada pemilik data yang sah.

Dana sogokan untuk A diduga berasal dari AS, yang berperan sebagai penghubung antara jaringan perbankan dan pihak dalam Dukcapil. Dari keseluruhan operasi ilegal ini, A diperkirakan menerima total gratifikasi hingga Rp500 juta.

Kejari mengungkap bahwa 86 nasabah fiktif tercatat sebagai penerima kredit, dengan nilai total mencapai Rp5,38 miliar. Sebanyak 20 nama yang digunakan dalam pengajuan pinjaman tercatat sebagai warga yang telah meninggal dunia.

“Ini bentuk kejahatan administrasi yang brutal. Penggunaan data orang yang sudah meninggal menunjukkan betapa tidak beretika dan berbahayanya praktik ini,” tegas Fikri.

Kejaksaan menjerat kedua tersangka dengan Pasal 2 dan 3 juncto Pasal 55 KUHP Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Mereka terancam hukuman penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda hingga Rp1 miliar.

Perkara ini akan digabung dengan berkas kasus sebelumnya yang menjerat YA dan RA, guna memperjelas rangkaian keterlibatan berbagai pihak.

Kejari Bondowoso menegaskan komitmen untuk mengungkap keterlibatan aktor lain, baik dari lingkungan aparatur sipil negara (ASN) maupun pihak swasta. Kerugian negara akibat kasus ini masih bisa bertambah, sesuai perkembangan penyidikan dan audit lanjutan dari BPKP serta Kantor Akuntan Publik.

“Kami berharap pengungkapan ini menjadi efek jera bagi siapa pun yang berniat menyalahgunakan data dan wewenangnya,” tutup Fikri.

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow