Warga Talago Gunung Tanah Datar Masih Terperangkap Blank Spot di Tengah Era Digital
Warga Jorong Talago Gunung, Tanah Datar, masih terperangkap blank spot. Di tengah era digital, mereka harus mendaki bukit demi sekeping sinyal.

TANAH DATAR– Di era digital, hampir seluruh nagari di Kabupaten Tanah Datar sudah menikmati jaringan telekomunikasi yang memadai.
Namun, di balik kemajuan itu, masih ada satu titik yang tertinggal dalam kesunyian: Jorong Talago Gunung, Nagari Saruaso, Kecamatan Tanjung Emas. Hingga Sabtu (27/09/2025), warga di kawasan ini masih terkurung dalam blank spot.
Di jorong ini, sinyal telepon seluler sulit ditemukan. Untuk sekadar menelepon atau mengakses internet, warga terpaksa mendaki bukit atau berjalan ke lokasi tertentu yang diyakini bisa menangkap sinyal.
“Kalau kita ingin nelpon atau mengakses internet, terpaksa mencari ke tempat yang tinggi atau lokasi tertentu yang ada sinyalnya,” ungkap Fajar (32), seorang warga setempat.
Kondisi itu sudah berlangsung lama, tanpa solusi nyata dari penyedia layanan maupun pemerintah. Warga seperti Rosnida (45) mengaku kerap kesulitan saat harus menghubungi keluarganya di rantau.
Padahal di sebagian besar nagari lain di Tanah Datar, masyarakat sudah bisa menikmati jaringan telekomunikasi dengan cukup baik.
Ironinya, ketika hampir semua kecamatan sudah terkoneksi, Talago Gunung masih harus berjuang demi sekeping sinyal. “Anak-anak di sini sering kesulitan ikut belajar online. Mereka biasanya ikut teman di nagari tetangga, itu pun kalau ada yang bisa mengantar,” tutur Rahmat (41), petani kopi yang juga memiliki dua anak sekolah menengah.
Ketiadaan sinyal membuat warga semakin terisolasi. Anak-anak sulit mengikuti pembelajaran berbasis daring, petani tidak bisa memantau harga pasar secara cepat, bahkan untuk urusan darurat kesehatan pun komunikasi sering terhambat. Nirmala (28) menuturkan, pernah ibunya sakit parah tengah malam, namun ia tak bisa segera menghubungi tenaga medis karena sinyal tak ada.
Operator telekomunikasi sering berpromosi dengan slogan jaringan luas dan kuat. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan jurang perbedaan. “Kami merasa dianaktirikan. Slogan mereka tidak terbukti di kampung kami,” kata Ismail (50), tokoh masyarakat Talago Gunung.
Talago Gunung menjadi bukti nyata bahwa keuntungan masih menjadi pertimbangan utama, sementara kewajiban sosial dan pemerataan pelayanan terabaikan.
Di sisi lain, pemerintah daerah maupun regulator pusat tampak lamban merespons persoalan ini. Program universal service obligation (USO) yang seharusnya menjamin pemerataan akses seakan tak menyentuh nagari yang terkurung blank spot ini.
Masyarakat Talago Gunung tidak meminta fasilitas mewah, mereka hanya ingin setara dengan warga nagari lain di Tanah Datar. “Kami hanya ingin bisa telepon, kirim pesan, atau belajar daring tanpa harus naik bukit,” ucap Siti Aminah (39).
Warga berharap pemerintah segera turun tangan. Mereka ingin bisa berkomunikasi tanpa harus mendaki bukit, tanpa menunggu sinyal yang datang dan pergi sesuka hati.
Jika persoalan ini terus dibiarkan, ketimpangan digital akan semakin nyata. Saat generasi muda di nagari lain sudah berlari bersama teknologi, anak-anak Talago Gunung masih tertahan dalam sunyi, menanti sekeping sinyal yang tak kunjung tiba.
---
Penulis: Dion
What's Your Reaction?






