Proyek Irigasi Rp 56 Miliar di Tanah Datar, Efektivitas dan Transparansi Disorot PPWI

Kementerian PUPR menggulirkan proyek pengembangan irigasi di Tanah Datar senilai Rp 56 miliar. Nilai besar untuk lahan di bawah 1.000 hektar ini menuai sorotan publik dan desakan agar pengawasan diperketat.

Oct 5, 2025 - 19:35
 0
Proyek Irigasi Rp 56 Miliar di Tanah Datar, Efektivitas dan Transparansi Disorot PPWI
Papan proyek pembangunan sistem irigasi primer dan sekunder di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, yang dikerjakan oleh PT Brantas Abipraya (Persero) dengan nilai kontrak Rp 56 miliar, tampak terpasang di area lokasi pekerjaan dengan latar Gunung Marapi.

TANAHDATAR- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Sumber Daya Air, Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera V Padang, kembali menggulirkan proyek pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder di Kabupaten Tanah Datar.

Proyek yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2025 itu menelan biaya hingga Rp 56.018.194.250. Berdasarkan kontrak bernomor HK-0201-BWS5.9.1/354, pekerjaan ini resmi dimulai pada 2 September 2025 dengan masa pelaksanaan selama 120 hari kalender.

PT Brantas Abipraya (Persero) ditunjuk sebagai pelaksana proyek, sedangkan pengawasan dipercayakan kepada PT Yodya Karya (Persero). Proyek ini diklaim akan memperkuat sistem irigasi di daerah-daerah irigasi kecil di bawah 1.000 hektar.

Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Pusat, Wilson Lalengke, menegaskan pentingnya pengawasan ketat di lapangan agar proyek benar-benar dikerjakan sesuai spesifikasi teknis. Menurutnya, transparansi bukan hanya soal angka kontrak, tapi juga kualitas hasil pekerjaan.

“Sebaiknya diawasi saja pelaksanaan pekerjaan sesuai spek. Peluang penyelewengan anggaran itu selalu ada,” ujar Wilson. “Soal angka-angka itu relatif. Kita perlu tahu detail konstruksi proyeknya untuk menilai apakah nilainya pantas. Angka rupiah harus berkorelasi dengan kualitas bangunan,” tegasnya.

Pernyataan ini menjadi alarm bagi instansi pelaksana agar tidak hanya fokus pada administrasi proyek, tetapi juga memastikan hasilnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat, terutama para petani.

Di lapangan, petani masih menunggu dampak nyata dari proyek ini. Ujang (51), petani asal Limo Kaum, mengaku belum mengetahui secara pasti lokasi dan bentuk manfaat irigasi yang sedang dikerjakan. “Kami berharap air bisa benar-benar sampai ke sawah, bukan cuma papan proyek yang dipajang di pinggir jalan,” keluhnya.

Desakan transparansi pun menguat. Pihak Kementerian PUPR dan BWS Sumatera Barat diminta membuka informasi lebih detail tentang lokasi, desain teknis, dan indikator keberhasilan proyek. Publik berhak mengetahui ke mana aliran dana Rp 56 miliar tersebut digunakan dan siapa yang akan benar-benar merasakan manfaatnya.

Tanpa keterbukaan dan pengawasan publik, proyek ini dikhawatirkan hanya menjadi “mega proyek di atas kertas” tanpa manfaat nyata bagi petani di Tanah Datar. Padahal, irigasi yang berfungsi baik seharusnya menjadi kunci ketahanan pangan daerah dan penopang ekonomi masyarakat.

Kini, proyek senilai puluhan miliar rupiah itu berada di antara harapan dan keraguan. Harapan agar membawa air ke sawah-sawah petani, dan keraguan apakah pelaksanaannya akan sepadan dengan nilai yang dikucurkan negara.

Sebab jika kualitas pekerjaan tidak sebanding dengan nilai kontrak, yang terkikis bukan hanya anggaran negara, tetapi juga kepercayaan publik terhadap pemerintah dan lembaga pengawasnya.

Penulis: Dion

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow