Soroti PAD, BTT, hingga Pendidikan, Fraksi Demokrat PKS Beri Catatan Tajam untuk Pemkab Bondowoso

Kelima, isu pendidikan dan tenaga honorer. Pemerintah memang menyebut telah mengusulkan eks-THK2 untuk diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Namun langkah ini dianggap hanya bersifat administratif.

Sep 29, 2025 - 14:07
Sep 29, 2025 - 14:55
 0
Soroti PAD, BTT, hingga Pendidikan, Fraksi Demokrat PKS Beri Catatan Tajam untuk Pemkab Bondowoso
Ketua DPRD Bondowoso, Ahmad Dhafir saat menandatangani Perda P-APBD 2025

KABAR RAKYAT, BONDOWOSO – Fraksi Demokrat Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Kabupaten Bondowoso menyampaikan sejumlah catatan kritis dalam rapat paripurna persetujuan penetapan Raperda Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) Tahun Anggaran 2025, Minggu (28/9/2025) malam.

Jubir fraksi, Ketut Yudi Kartiko, menegaskan bahwa jawaban Pemerintah Daerah (Pemda) atas berbagai pertanyaan dan kritik dari fraksi-fraksi masih menyisakan ruang besar untuk diperdebatkan, bahkan menimbulkan tanda tanya serius mengenai arah kebijakan keuangan daerah.

Dalam pendapat akhirnya, Fraksi Demokrat PKS menyoroti sedikitnya lima poin penting yang dianggap menunjukkan lemahnya keberpihakan pemerintah terhadap kepentingan rakyat kecil.

Pertama, soal Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan optimalisasi aset daerah. Menurut fraksi, pemerintah memang mengklaim telah melakukan inovasi melalui kerja sama dengan Universitas Jember (UNEJ) lewat penerapan aplikasi pembayaran digital.

“Namun di lapangan, persoalan utama bukanlah sekadar digitalisasi, melainkan kurangnya keberanian politik untuk menggali potensi riil Bondowoso. Inventarisasi aset yang sering disebutkan pemerintah masih dinilai sebatas jargon, tanpa adanya peta jalan (roadmap) yang jelas kapan aset-aset daerah yang terbengkalai benar-benar memberikan nilai tambah bagi rakyat,” ungkap Ketut.

Kedua, terkait lonjakan Belanja Tidak Terduga (BTT). Pemerintah berdalih bahwa kenaikan BTT hanya merupakan urusan teknis penganggaran. Namun Fraksi Demokrat PKS menilai jawaban tersebut terlalu normatif. Lonjakan BTT hingga miliaran rupiah, menurut mereka, bukan sekadar persoalan teknis, melainkan menyangkut prioritas politik anggaran.

“Di tengah rakyat yang masih menghadapi masalah pendidikan, kesehatan, infrastruktur dasar, dan kemiskinan, justifikasi ‘teknis’ terasa sebagai pelepasan tanggung jawab moral,” tegasnya.

Ketiga, mengenai rasionalisasi belanja dan efisiensi anggaran. Pemerintah sering menekankan prinsip efisiensi dan efektivitas, tetapi pada kenyataannya masih banyak program yang dinilai tidak menyentuh kebutuhan rakyat.

Sebagai contoh, proyek revitalisasi alun-alun dan pembangunan jogging track yang menelan anggaran miliaran rupiah. Sementara itu, banyak jalan desa yang rusak parah masih dibiarkan dengan alasan keterbatasan fiskal.

“Inilah kontradiksi tajam antara retorika dan realita,” tambahnya.

Keempat, persoalan bantuan sosial (bansos), Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT), serta data kemiskinan. Fraksi menilai pemerintah terlalu berkelit dengan regulasi, padahal tumpang tindih bantuan masih terjadi. Data penerima yang tidak akurat membuat satu keluarga bisa menerima berbagai jenis bantuan sekaligus, sementara ribuan buruh tani tembakau justru tercecer dari program perlindungan sosial. Kondisi ini, menurut fraksi, menunjukkan lemahnya keberpihakan nyata kepada rakyat kecil.

Kelima, isu pendidikan dan tenaga honorer. Pemerintah memang menyebut telah mengusulkan eks-THK2 untuk diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Namun langkah ini dianggap hanya bersifat administratif.

“Bagaimana dengan ribuan tenaga sukarelawan yang masih berjuang tanpa kepastian masa depan? Retorika peningkatan mutu pendidikan tidak akan pernah nyata jika kesejahteraan tenaga pendidik terus diabaikan,” kata Ketut.

Dengan berbagai catatan tersebut, Fraksi Demokrat PKS menilai bahwa Raperda Perubahan APBD 2025 masih jauh dari semangat keberpihakan terhadap rakyat kecil. Mereka menilai kebijakan anggaran masih terjebak pada pola elitis dan minim terobosan struktural.

Meski demikian, Fraksi Demokrat PKS akhirnya menyatakan menerima Raperda P-APBD 2025 dengan sejumlah catatan penting.

“Kami mengingatkan bahwa legitimasi politik bukan hanya soal angka di neraca, tetapi tentang bagaimana anggaran benar-benar menjadi instrumen keadilan sosial, bukan sekadar permainan teknokratis dengan justifikasi normatif,” pungkasnya.

 

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow