Jejak Bagi Hasil yang Hilang: Kenapa Bondowoso Tak Lagi Dapat Pendapatan dari Perhutani?

Melalui juru bicaranya, Mahfidz, FPKB menilai bahwa lemahnya koordinasi antara Pemkab dan Perhutani menjadi akar dari tak tergarapnya potensi PAD dari sektor kehutanan.

Nov 24, 2025 - 15:01
Nov 24, 2025 - 15:02
 0
Jejak Bagi Hasil yang Hilang: Kenapa Bondowoso Tak Lagi Dapat Pendapatan dari Perhutani?
Suasana rapat paripurna DPRD Bondowoso persetujuan penetapan Raperda tentang APBD tahun anggaran 2026

KABAR RAKYAT, BONDOWOSO – Di tengah tekanan fiskal dan penurunan nilai APBD, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bondowoso tengah berpacu mencari sumber pendapatan baru. 

Salah satu potensi terbesar berada di kawasan hutan milik negara yang dikelola Perhutani—mulai dari kayu, getah, hingga komoditas unggulan seperti kopi Arabika Ijen-Raung.

Dalam rapat paripurna yang diselenggarakan di Graha Paripurna DPRD Bondowoso, Senin (24/11/2025), Fraksi PKB DPRD Bondowoso menyoroti persoalan ini. 

Melalui juru bicaranya, Mahfidz, FPKB menilai bahwa lemahnya koordinasi antara Pemkab dan Perhutani menjadi akar dari tak tergarapnya potensi PAD dari sektor kehutanan.

“Saat ini terdapat potensi penerimaan PAD dari retribusi hasil hutan yang belum tergarap optimal, baik karena keterbatasan data volume produksi maupun belum adanya mekanisme pelaporan terintegrasi,” ungkap Mahfidz.

Kurangnya koordinasi ini, lanjutnya, berpotensi menyebabkan ketidaktepatan perhitungan target PAD serta hilangnya peluang pendapatan yang seharusnya masuk ke kas daerah.

FPKB menilai, sebagian besar kawasan hutan di Bondowoso—yang dikelola Perhutani—secara rutin memproduksi kayu dan kopi. Namun tanpa data produksi yang transparan, Pemkab tak dapat menarik retribusi sesuai ketentuan. 

"Karena itu, kami mendesak adanya pendataan bersama, sinkronisasi data potensi tiap petak, dan format pelaporan yang wajib diterapkan kedua pihak," tegas Mahfidz.

Sementara itu, Ketua DPRD Bondowoso, Ahmad Dhafir mengungkapkan bahwa praktik bagi hasil sebenarnya pernah berjalan pada masa Orde Baru hingga awal Reformasi.

“Tahun-tahun dulu ada. Kita sudah komunikasi dengan Perhutani, kemudian insyaallah ada retribusi hasil hutan. Dari kopi ada persennya,” ujar Dhafir.

Ia menegaskan, retribusi Perhutani akan digunakan untuk fasilitas pembangunan daerah, termasuk akses jalan yang dibangun menggunakan APBD. 

"Karena itu wajar apabila daerah mendapatkan porsi pendapatan dari aktivitas ekonomi di kawasan hutan. Karena bagaimanapun juga ya untuk Bondowoso, pembangunan jalan pun nanti yang menikmati juga Perhutani," tukasnya.

Dhafir menyebut, pihaknya mendorong Pemkab untuk membuka kembali ruang negosiasi skema bagi hasil yang lebih adil, baik dari komoditas kayu maupun kopi.

Bupati Bondowoso, KH Abdul Hamid Wahid membenarkan bahwa PAD dari sektor kehutanan belum maksimal. Pemkab, katanya, sedang melakukan inventarisasi dan serangkaian langkah intensifikasi untuk menggenjot pendapatan daerah.

“Bapenda sedang melakukan ikhtiar-ikhtiar untuk mendorong peningkatan PAD. Fokusnya intensifikasi dulu,” jelas Bupati.

Terkait sorotan FPKB mengenai hasil hutan, Bupati Hamid memastikan bahwa Pemkab akan segera membangun payung kerja sama resmi dengan Perhutani.

“Nanti kita akan ber-MoU dengan Perhutani. Sedang kita pelajari, dan akan survei bersama ke lapangan, termasuk peluang pemanfaatan kawasan hutan untuk pariwisata maupun pengelolaan lahan,” tutupnya.

MoU tersebut diharapkan menjadi fondasi baru bagi skema pelaporan produksi kayu, pengelolaan kopi, hingga potensi pemanfaatan ruang hutan untuk wisata alam.

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow