Jejak Kabur Proyek Perumahan Wotansari Gresik, Tak Berizin, Disinyalir Terkait Utang Miliaran dan Jejak Politisi

Proyek perumahan di Desa Wotansari, Kecamatan Balongpanggang, Kabupaten Gresik, menyimpan teka-teki yang belum terpecahkan

Jul 16, 2025 - 16:51
Jul 16, 2025 - 17:03
 0  19
Jejak Kabur Proyek Perumahan Wotansari Gresik, Tak Berizin, Disinyalir Terkait Utang Miliaran dan Jejak Politisi
Lokasi Proyek perumahan di Desa Wotansari

GRESIK- Proyek perumahan di Desa Wotansari, Kecamatan Balongpanggang, Kabupaten Gresik, menyimpan teka-teki yang belum terpecahkan.

Meski gerbang megah telah berdiri dan lahan diratakan, tiang pancang pembangunan tak kunjung tampak.

Proyek yang digagas oleh seorang warga bernama Budi ini justru menyisakan jejak persoalan yang mencurigakan: tak berizin, diduga disusupi kepentingan utang pribadi, hingga menyerempet ranah politik.

Pantauan di lokasi pada Selasa (15/7/2025), puluhan kapling telah dipetakan, beberapa bangunan contoh telah berdiri, dan iklan pemasaran telah beredar di media sosial. Namun, warga desa sendiri mengaku tak tahu-menahu soal proyek tersebut.

Kepala Desa Wotansari, Haryono, mengatakan bahwa proyek perumahan itu tidak pernah dikoordinasikan secara formal dengan Pemerintah Desa.

“Kami tahu dari warga. Tidak ada koordinasi, apalagi izin resmi yang kami ketahui,” ujar Haryono pada media.

Lebih mengejutkan, Budi sebagai penggagas proyek mengakui bahwa pembangunan dilakukan tanpa mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

“Kami masih menunggu kelengkapan dokumen tata ruang,” dalih Budi singkat.

Sementara itu, seorang pejabat Dinas Cipta Karya Kabupaten Gresik yang enggan disebut namanya mengungkapkan bahwa sebagian lahan proyek memang telah mengalami perubahan status dari zona hijau ke zona kuning atau permukiman. Namun sebagian lainnya, menurutnya, masih berstatus lahan pertanian aktif.

“Kalau seperti ini dibiarkan, siapa pun bisa membangun tanpa izin. Ini sangat membahayakan tata ruang desa,” tegasnya.

Masalah tidak berhenti pada izin. Di balik proyek yang tampak sederhana ini, mencuat dugaan keterlibatan utang pribadi yang menyeret nama mantan legislator DPRD Gresik.

Informasi yang dihimpun menyebutkan, lahan perumahan tersebut dijadikan jaminan atas utang pribadi Budi kepada seorang mitra dekat, dengan nilai mencapai sekitar Rp 1,05 miliar.

Mitra itu, berdasarkan penelusuran dokumen notaris, diketahui pernah tergabung dalam tim sukses seorang anggota DPRD dari partai politik ternama.

Ia juga tercatat sebagai pihak dalam transaksi pengalihan lahan pada 2023.

Meski demikian, Budi membantah ada keterlibatan unsur politisi dalam proyeknya.

“Tidak ada penanaman modal dari pihak dewan. Ini murni pinjaman pribadi yang saya gunakan untuk beli lahan,” ujarnya.

Namun, aroma permainan lahan kian menyengat. Dari total 20 unit kapling yang direncanakan, hanya dua yang berhasil terjual. Sisa lahan dibiarkan mangkrak, sebagian iklan penjualan telah lapuk termakan waktu. 

Budi pun mengaku kesulitan dana.

“Kami sedang cari investor tambahan. Saya tetap optimistis, akhir tahun ini izin dan pembayaran utang bisa selesai,” katanya.

Proyek ini juga mulai menyerempet persoalan hukum. Seorang pelapor yang enggan disebut namanya mengungkap bahwa ia telah melaporkan dugaan penggelapan dana.

 Ia menyebut dana yang dipinjamkan kepada Budi tidak digunakan sesuai kesepakatan awal.

Budi membantah keras tuduhan tersebut.

“Semua dana digunakan untuk pembelian lahan. Saya punya buktinya,” ujarnya, meski tidak menunjukkan dokumen apa pun kepada wartawan.

Sampai saat ini, laporan tersebut belum masuk tahap penyidikan. Namun, pihak pelapor menyatakan siap membuka seluruh data transaksi dan kepemilikan jika proses penyelidikan resmi dimulai.

Isu lainnya yang turut memantik kekhawatiran adalah letak proyek yang berdempetan langsung dengan Tanah Kas Desa (TKD). 

Meski tak termasuk dalam lokasi proyek, aparat desa telah memberikan peringatan keras agar tidak ada upaya penyusupan atau perluasan wilayah ke area TKD tanpa izin.

Kisah proyek perumahan Wotansari menggambarkan problem laten pembangunan di daerah pinggiran: minim transparansi, lemahnya penegakan regulasi, dan celah hukum yang kerap dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

Sementara kebutuhan permukiman di wilayah berkembang terus meningkat, absennya perizinan dan potensi konflik agraria menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu bisa meledak.

Penulis: Ajay Galoh

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow