Ketua DPRD dan Sekda Bondowoso Tegaskan Penyelesaian Kasus Ijen Harus Humanis dan Berdasar Data Valid
Bahkan, kasus serupa pernah terjadi pada tahun 2006 dan berhasil diselesaikan secara damai setelah melalui proses panjang.

KABAR RAKYAT, BONDOWOSO– Persoalan lahan di kawasan Ijen kembali menjadi perhatian serius jajaran Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Bondowoso.
Ketua DPRD Bondowoso, Ahmad Dhafir, dan Sekretaris Daerah (Sekda) Fathur Rozi menegaskan bahwa penyelesaian konflik antara masyarakat dan PTPN I Regional V harus dilakukan secara humanis, adil, dan berbasis pada data yang benar.
Ahmad Dhafir mengungkapkan, permasalahan Ijen bukan hal baru. Ia sendiri sudah berkomunikasi aktif dengan tokoh-tokoh masyarakat sejak tahun 2004. Bahkan, kasus serupa pernah terjadi pada tahun 2006 dan berhasil diselesaikan secara damai setelah melalui proses panjang.
“Sudah lima kali Forkopimda menggelar rapat untuk menyelesaikan kasus Ijen. Namun, persoalannya selalu berulang karena PTPN tidak pernah memberikan data yang valid,” tegas Dhafir, Selasa (14/10/2025).
Ia mencontohkan, pada zona 1 di Desa Sempol dan Kalisat, data awal dari PTPN menyebutkan lahan pengganti seluas 4 hektare dengan enam penggarap. Namun setelah diverifikasi, ternyata luasnya mencapai 14 hektare dengan 18 penggarap.
“Alhamdulillah zona 1 sudah selesai. Solusinya, PTPN sepakat memberikan lahan seluas 14 hektare kepada masyarakat untuk ditanami kopi. Forkopimda nanti akan menandatangani sebagai saksi kesepakatan antara PTPN dan warga,” ujarnya.
Menurut Dhafir, penyelesaian masalah ini tidak boleh hanya berpatokan pada aturan formal, tetapi juga harus memahami akar budaya dan karakter masyarakat Ijen.
“Ijen itu wilayah yang unik. Masyarakatnya hidup di daerah pegunungan, 27 kilometer masuk ke hutan. Mereka punya rasa gotong royong dan emosional yang kuat. Banyak di antara mereka adalah keturunan buruh asal Madura yang dulu dibawa Belanda untuk bekerja di kebun. Karakter orang Madura itu, kalau dihormati, maka mereka akan lebih menghormati. Jadi jangan represif, tapi harus humanis,” terangnya.
Dhafir juga menyoroti bahwa pembatalan Hak Guna Usaha (HGU) oleh pemerintah tidak bertentangan dengan undang-undang, terutama jika penggunaan lahan tidak sesuai peruntukannya selama lebih dari dua tahun.
“Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 jelas mengatur soal itu. Dari 7.800 hektare lahan HGU, seharusnya semuanya ditanami kopi. Tapi faktanya, sekitar 3.000 hektare ditanami hortikultura. Kalau lahan tidak digunakan sesuai fungsi, maka wajar pemerintah membatalkan HGU. Begitu HGU dicabut, tanah kembali menjadi milik negara dan bisa dimohonkan oleh masyarakat,” jelasnya.
Dhafir mengingatkan bahwa langkah-langkah hukum atau administratif harus mempertimbangkan kondusivitas daerah.
“Kita ingin damai. Israel dan Palestina saja bisa berdamai, masa kita tidak bisa? Yang penting duduk bersama dan saling menghormati,” ucapnya menegaskan.
Sementara itu, Sekda Bondowoso Fathur Rozi menegaskan pemerintah daerah bersama Forkopimda terus berupaya menyelesaikan persoalan Ijen secara menyeluruh, tidak hanya dari satu sisi.
“Masalah ini sudah lama, dan kami sudah beberapa kali rapat untuk membahasnya. Dalam rapat terakhir, sudah dipetakan ada delapan zona. Zona satu di Kampung Baru dan Kampung Malang sudah tuntas relokasinya. Sekarang kami fokus pada zona dua hingga delapan yang masih berproses,” ungkap Rozi.
Ia juga menegaskan bahwa pemerintah tidak melakukan pembiaran. Justru, kata dia, Forkopimda bekerja keras agar Bondowoso tetap kondusif.
“Pak Ketua DPRD selalu di depan mengawal dan mengayomi masyarakat. Bahkan rapat terakhir antara Forkopimda dan tokoh masyarakat Ijen dilakukan di gedung DPRD. Ini menunjukkan komitmen bersama untuk menyelesaikan masalah secara damai,” tukasnya.
Menurut Rozi, aspirasi masyarakat yang meminta pembatalan HGU sah-sah saja, tetapi harus dikaji secara komprehensif dengan mempertimbangkan aspek hukum, sosial, dan budaya.
“Kita tidak boleh gegabah. Jangan sampai langkah yang diambil menimbulkan persoalan baru. Pendekatan yang dilakukan pemerintah tetap humanis, dengan prinsip win-win solution agar semua pihak merasa diuntungkan,” tandasnya.
Rozi juga menyayangkan langkah PTPN yang melaporkan masyarakat ke pihak kepolisian. Menurutnya, penyelesaian seharusnya dilakukan secara kekeluargaan dan persuasif.
“Upaya hukum memang bisa ditempuh, tapi yang utama adalah kemaslahatan bersama. Kami akan terus mendorong penyelesaian secara persuasif agar masyarakat merasa tenang dan hubungan antar pihak tetap harmonis,” pungkasnya.
What's Your Reaction?






