Perbaiki Tata Niaga Komoditas Gula Nasional, Komisi VI Dukung Terbitnya Perpres Sistem Tata Niaga Gula Nasional
Komisi VI DPR RI mendukung terbitnya Perpres Sistem Tata Niaga Gula Nasional untuk memperbaiki tata kelola, mengatasi kebocoran gula rafinasi, serta memperkuat posisi petani tebu.

JAKARTA– Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PKB, Nasim Khan, menegaskan bahwa tata niaga gula nasional harus segera diperbaiki secara menyeluruh agar tidak lagi menjadi “penyakit tahunan” yang terus berulang dan merugikan masyarakat maupun petani tebu.
Hal itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI dengan Kementerian Perdagangan, PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero), PT Perkebunan Nusantara III (Persero), dan Perum Bulog, Senin (29/9/2025).
Menurut Nasim, selama ini pengelolaan tata niaga gula diwarnai tumpang tindih kebijakan antar kementerian dan lembaga, mulai dari sektor pertanian, perdagangan, hingga industri. Kondisi tersebut membuat koordinasi tidak berjalan optimal sehingga masalah gula selalu muncul setiap tahun.
“Dalam menentukan kebijakan, kita memiliki banyak pihak: ada regulator, distributor, dan korporasi. Seharusnya ada sinergi, bukan berjalan sendiri-sendiri. Kalau tidak, persoalan ini akan terus menjadi masalah tahunan dan pada akhirnya yang dikorbankan adalah masyarakat dan petani kita,” kata Nasim.
Komisi VI DPR RI, lanjut Nasim, secara tegas mendukung langkah pemerintah untuk segera menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Sistem Tata Niaga Gula Nasional.
Aturan ini akan menjadi payung hukum yang mampu mengintegrasikan kebijakan dari hulu hingga hilir, termasuk pengawasan impor, penyerapan gula petani, hingga distribusi gula rafinasi.
Selain itu, Komisi VI juga menyoroti peran perusahaan pemegang izin impor. Nasim menyampaikan bahwa Komisi VI melalui Kementerian Perdagangan akan memanggil 11 perusahaan pemegang izin impor gula rafinasi untuk meminta klarifikasi dan pertanggungjawaban atas dugaan pelanggaran distribusi.
Dugaan kebocoran gula rafinasi ke pasar konsumsi dinilai telah mengganggu stabilitas harga dan menekan serapan gula produksi petani maupun BUMN.
“Perusahaan yang sudah diberi izin harus bertanggung jawab. Jangan justru mereka yang menuntut balik karena merasa dirugikan, padahal kewajiban mereka tidak dijalankan. Akibatnya terjadi kebocoran gula rafinasi di pasar, yang membuat harga gula petani tertekan,” tegas Nasim.
Ia menambahkan, koordinasi antar kementerian dan lembaga harus diperkuat. Untuk itu, pemerintah didorong segera menggelar rapat gabungan lintas komisi maupun kementerian dalam penyusunan kebijakan terkait gula. Hal ini dinilai penting agar regulasi tidak lagi tumpang tindih.
Transparansi data perdagangan gula juga menjadi catatan penting. Menurut Nasim, data yang jelas dan terbuka akan menjadi dasar kebijakan yang tepat, sekaligus mampu mencegah praktik manipulasi maupun kebocoran distribusi.
“Kalau kita tidak segera berbenah, pertanian Indonesia bisa hancur. Karena itu, kami mendukung penuh terbitnya Perpres Tata Niaga Gula Nasional dan mendesak pemerintah memperkuat peran BUMN pangan serta kemitraan dengan petani tebu rakyat agar posisi tawar mereka semakin kuat,” pungkas Nasim Khan.
What's Your Reaction?






