Korpri Bondowoso di Persimpangan: Membuka Buku Lama, Menata Jalan Baru
Menelusuri pergantian kepengurusan Korpri Bondowoso yang dibayangi tunggakan administrasi, selisih iuran, hingga absennya dokumen serah-terima. Di tengah kekosongan laporan, Sekda Fathur Rozi berjanji mengawali periode baru dengan transparansi total.
KABAR RAKYAT,BONDOWOSO- Pagi itu di Pendopo Raden Bagus Asra dipenuhi seragam Keki dan deretan papan nama.
Para aparatur sipil negara berdiri dalam barisan rapi menunggu momen yang disebut mereka sebagai babak baru Korpri Bondowoso.
Di atas panggung kecil, Sekretaris Daerah Fathur Rozi menatap deretan pengurus yang akan mengiringinya lima tahun ke depan.
Pengukuhan Dewan Pengurus Korpri periode 2025–2030 berlangsung sederhana, namun atmosfirnya terasa tegang.
Bukan semata karena formalitas seremoni, melainkan karena satu persoalan yang menggantung di udara: tidak adanya berita acara serah terima, lengkap dengan laporan keuangan, dari kepengurusan lama.
Di hadapan ASN yang memenuhi pendopo, Fathur Rozi mengangkat mikrofon dan menyampaikan komitmen yang ia sebut sebagai “start dari ruang yang terang”. Ia menegaskan, “Saya tidak mau memulai sesuatu yang tidak jelas. Pengelolaan dana harus transparan dan bisa dipertanggungjawabkan.”
Ketiadaan dokumen serah terima membuat pengurus baru harus bergerak dengan langkah ekstra hati-hati. Menurut Fathur, laporan kegiatan dan laporan keuangan periode sebelumnya belum sepenuhnya siap. “Itu sudah kami identifikasi,” ujarnya, menambahkan bahwa batas administrasi harus ditemukan sebelum roda organisasi kembali berputar.
Di balik podium, sejumlah pengurus tampak mendiskusikan tabel dan map yang mereka bawa. Mereka mengetahui betul bahwa Korpri bukan organisasi kecil: iuran ribuan ASN mengalir setiap bulan, berkisar Rp10 ribu hingga Rp35 ribu per orang. Pada tahun-tahun tertentu, akumulasinya bahkan mendekati Rp1 miliar.
“Ini uang organisasi, bukan personal,” kata Fathur. Ia menekankan bahwa dana tersebut harus kembali untuk kepentingan ASN, bukan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang tidak jelas arahnya. Kembali ia menegaskan, “Semua harus clear.”
Salah satu temuan awal yang membuat pengurus baru mengernyit adalah selisih dalam laporan iuran beberapa tahun terakhir. Tidak besar di satu titik, tetapi akumulatifnya menimbulkan tanda tanya. Fathur belum menyebut angka pastinya. “Jangan berasumsi dulu. Kita cek benar tidak ini, ke mana duitnya,” ujarnya.
Sumber selisih itu mulai terkuak. Sejumlah OPD di Bondowoso ternyata masih menyetor iuran secara manual. Sistem yang belum sepenuhnya cashless membuka celah pencatatan ganda atau tidak sempurna. “Yang seperti ini ada kemungkinan kebocoran,” kata Fathur dengan nada datar yang membuat ruangan mendadak hening.
Ia memastikan seluruh transaksi Korpri kelak akan dialihkan ke sistem non-tunai. Tidak ada lagi kuitansi tercecer atau setoran yang mengandalkan ingatan pengurus. “Cashless ini untuk keamanan bersama,” katanya.
Di tengah persoalan administrasi, muncul pertanyaan mengenai penggunaan dana untuk keperluan darurat ASN. Fathur tidak menutup peluang itu. Menurutnya, selama tidak menyalahi aturan organisasi dan dapat dipertanggungjawabkan, pinjaman untuk kebutuhan mendesak dapat diberikan. “Selagi ada komitmen mengembalikan,” ujarnya.
Ia mencontohkan ASN yang sakit atau menghadapi beban hidup mendadak. Namun ia menggarisbawahi bahwa Korpri bukan lembaga kredit. Program tali asih untuk pensiunan masih dalam jalur yang benar, tetapi tidak boleh menggerus sebagian besar pos anggaran.
Pengurus baru diminta meninjau ulang seluruh aturan peminjaman. Fathur mengingatkan pentingnya keseimbangan antara bantuan langsung dan program pengembangan kapasitas ASN. “Jangan sampai organisasi kehabisan energi hanya untuk satu pos,” katanya.
menurut Fathur, akan diaudit menyeluruh. Audit menjadi fondasi wajib sebelum program strategis Korpri dijalankan. Tanpa itu, risiko kesalahan administrasi akan terus membayangi.
Di meja bendahara baru, Taufan Restuanto, tumpukan berkas keuangan mulai disusun ulang. “Semua akan diverifikasi,” kata Fathur. Ia menekankan bahwa pembukuan yang akurat adalah syarat dasar menjaga kepercayaan ASN.
Meski penuh beban administrasi, pergantian pengurus membawa semangat baru. Nama-nama seperti Dr. Hari Cahyono, Ghozal Rawan, hingga Dadang Kurniawan mengisi struktur organisasi dengan harapan memperkuat tata kelola. Mereka membawa visi Korpri yang lebih profesional, dinamis, dan berorientasi pada pelayanan publik.
Menutup prosesi pengukuhan, Fathur Rozi kembali mengingatkan bahwa Korpri adalah rumah besar ASN. “Tugas Korpri adalah menyejahterakan ASN, bukan untuk kepentingan pribadi,” ujarnya.
Pernyataan itu menjadi garis bawah, bahwa sebelum melangkah ke program besar, satu hal harus dibereskan lebih dulu: membuka buku lama sebelum menata jalan baru.
What's Your Reaction?