PPP Bongkar Kelemahan RAPBD Perubahan 2025: Belanja Pegawai Membengkak, Infrastruktur Dikorbankan
Juru bicara Fraksi PPP, Ahmadi, menuding APBD Perubahan disusun tanpa keberpihakan yang jelas pada pembangunan dan kesejahteraan publik.

KABAR RAKYAT, BONDOWOSO – Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) DPRD Bondowoso melancarkan kritik tajam terhadap Raperda Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025 dalam rapat paripurna di Graha Paripurna DPRD, Rabu (17/9/2025).
Mereka menilai arah kebijakan fiskal pemerintah daerah semakin menjauh dari kepentingan rakyat.
Juru bicara Fraksi PPP, Ahmadi, menuding APBD Perubahan disusun tanpa keberpihakan yang jelas pada pembangunan dan kesejahteraan publik.
“Belanja pegawai mencapai 42,5 persen dari total belanja daerah. Angka ini jelas melanggar batas maksimal 30 persen sesuai UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Ini membuktikan fiskal kita tidak sehat,” tegas Ahmadi.
PPP menilai dominasi belanja pegawai telah menyedot ruang fiskal pembangunan. Ironisnya, justru belanja modal untuk jalan, jaringan, dan irigasi yang dipangkas Rp19,8 miliar. Padahal, Bondowoso sebagai daerah agraris sangat bergantung pada infrastruktur desa.
“Kebutuhan dasar rakyat dikorbankan. Jika akses jalan dan irigasi melemah, produktivitas ekonomi petani akan jatuh,” sindir Ahmadi.
Fraksi PPP juga menyoroti penurunan pendapatan daerah sebesar Rp21,4 miliar, terutama dari transfer pusat. Meski mengapresiasi kenaikan PAD hingga Rp323,9 miliar, PPP mengingatkan agar pemerintah tidak hanya mengandalkan pajak dan retribusi.
“PAD harus ditopang inovasi, bukan sekadar membebani masyarakat. Potensi kopi, pariwisata, BUMD, dan digitalisasi pajak harus digarap serius,” ujar Ahmadi.
Kritik juga diarahkan pada melonjaknya Belanja Tidak Terduga (BTT) menjadi Rp13 miliar. PPP menegaskan, tanpa transparansi dan akuntabilitas, anggaran ini rawan disalahgunakan.
Tak berhenti di situ, PPP mengecam pemangkasan bansos Rp548 juta yang berpotensi memukul warga miskin dan kelompok rentan.
“Pengurangan bansos harus diimbangi dengan basis data by name by address yang valid, bukan sekadar formalitas,” ucapnya.
PPP bahkan menilai pemerintah daerah salah menafsirkan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2025 tentang efisiensi belanja. Efisiensi, kata mereka, bukan berarti memangkas sektor vital, melainkan reformasi birokrasi, digitalisasi pelayanan, dan penghapusan anggaran seremonial yang mubazir.
F-PPP juga menyinggung lemahnya pembinaan dan pengawasan Dana Desa (DD) oleh OPD terkait. Akibatnya, program desa dinilai tidak optimal.
“Kami ingin jawaban jelas, bagaimana pemerintah memperbaiki kinerja OPD dalam mengawal Dana Desa,” tegas Ahmadi.
PPP menutup pandangan umumnya dengan peringatan keras: tanpa koreksi mendasar, APBD Perubahan 2025 hanya akan menjadi dokumen formal yang gagal menjawab kebutuhan rakyat Bondowoso.
What's Your Reaction?






