Ijon Masih jadi Persoalan Membelit Bondowoso Republik Kopi, Pemerintah Diminta Ajak Ngobrol Petani

Praktik ijon masih membelit petani kopi Bondowoso meski daerah ini telah mendeklarasikan diri sebagai BRK

Sep 12, 2025 - 17:37
Sep 12, 2025 - 17:38
 0
Ijon Masih jadi Persoalan Membelit Bondowoso Republik Kopi, Pemerintah Diminta Ajak Ngobrol Petani
Seorang petani kopi Bondowoso digambarkan terbelenggu rantai bertuliskan “IJON” saat memegang buah kopi merah, melambangkan jeratan praktik ijon yang merugikan petani meski Bondowoso telah mendeklarasikan diri sebagai Bondowoso Republik Kopi (BRK).

BONDOWOSO– Praktik jual beli hasil pertanian yang masih hijau atau ijon, hingga kini masih menjadi persoalan yang membelit petani kopi di Bondowoso.

 

Meskipun sudah terjadi sejak lama, maski pemerintahan ini sudah mendeklarasikan diri sebagai Bondowoso Republik Kopi (BRK).

 

Skema ijon terus menjerat petani kopi karena masalah permodalan yang dinilai belum tepat sasaran. Akses modal yang rendah dan minim, meski sudah disentuh bank pelat merah, belum cukup menyelamatkan petani dari jeratan tersebut.

 

Akibatnya, petani kopi di kawasan Sumberwringin—basis utama perkebunan kopi Bondowoso—menjadi pihak yang paling dirugikan.

 

Andi Wijaya, Ketua Kelompok Tani Java Ijen Coffee, mengungkapkan hal itu saat gelaran Festival Kopi Nusantara (FKN) ke-8 yang berlangsung 4–6 September 2025 di Alun-Alun Raden Bagus Asra.

 

Menurut Andi, sistem ijon benar-benar menjerat kesejahteraan petani kopi Bondowoso.

 

“Petani sangat dirugikan. Misalnya, tahun ini harga kopi basah per kilogram Rp18 ribu. Tapi dua atau tiga bulan sebelum panen, mereka sudah kontrak ijon hanya Rp6 ribu–Rp8 ribu per kilogram,” katanya.

 

Begitu masa panen tiba, petani harus menyerahkan kopi sesuai harga kontrak murah tersebut. “Mereka tidak bisa merasakan hasil maksimal. Karena hanya mendapat separuh dari harga pasar,” jelasnya.

 

Rata-rata, kata Andi, petani kecil hanya mengelola dua hektare lahan. Kondisi itu membuat mereka rentan terjebak ijon lantaran kebutuhan hidup dan biaya perawatan kebun mendesak sebelum panen.

 

Padahal, Bondowoso sudah lama dikenal sebagai daerah penghasil kopi specialty. Pemerintah pun mendeklarasikan daerah ini sebagai Bondowoso Republik Kopi (BRK).

 

Andi menekankan, optimalisasi industri kopi dari hulu ke hilir menjadi kunci. Salah satunya lewat permodalan yang lebih tepat sasaran.

 

“Walaupun permodalan sudah disentuh Bank Jatim dan bank pemerintah lain, tetap harus benar-benar menyasar petani dan prosesor yang aktif di pasar lokal maupun internasional,” tegasnya.

 

Selain itu, warga Desa Sukosari Lor, Kecamatan Sukosari, itu juga mendorong agar pemerintah membentuk lembaga keuangan resmi, baik koperasi maupun badan usaha milik daerah.

 

“Dengan adanya alternatif permodalan dan pembiayaan kebun, petani tidak lagi terjerat ijon yang merugikan,” harapnya.

 

Pengamat kebijakan publik Universitas Jember, Hermanto Rohman, menilai Pemkab Bondowoso kurang banyak berdialog dengan petani dan prosesor kopi. Padahal, mereka memiliki pengetahuan mendalam soal produksi, pasar, hingga kualitas kopi.

 

“Organisasi perangkat daerah hanya tahu data makro yang belum tentu sesuai kondisi lapangan. Pemerintah harus mempertemukan kelompok petani di hulu dengan prosesor untuk membuat kontrak farming dengan calon pembeli,” ujarnya.

 

Lebih jauh, Hermanto mendorong pemerintah daerah berperan sebagai offtaker kopi, bukan sekadar menyerahkan pasar kepada eksportir atau pedagang besar.

 

Langkah ini diyakini akan memberi jaminan pasar bagi petani sekaligus meningkatkan nilai tambah kopi Bondowoso.

 

Dalam jangka panjang, Hermanto melihat peluang besar dari konektivitas wisata Ijen. Jalur penerbangan Bali–Jember, menurutnya, dapat menjadi pintu masuk strategis bagi wisatawan sekaligus pasar kopi Bondowoso.

 

“Bondowoso bisa menjalin kerja sama dengan Pemkab Jember sehingga destinasi Ijen tidak hanya didominasi paket wisata dari Banyuwangi,” katanya.

 

Ia menilai Sumberwringin layak dikembangkan sebagai lokasi FKN. Selain dekat dengan lahan kopi, wilayah ini juga terhubung dengan Ijen Geopark.

 

Jika dikembangkan dengan baik, Sumberwringin bisa menjadi magnet ekonomi ganda: kopi sekaligus geopark.

 

Potensi Sumberwringin, kata Hermanto, bukan hanya kopi, tetapi juga kerajinan batik dan konsep kampung kopi yang menyatu dengan kehidupan warga.

 

Bahkan, aset milik pemda di kawasan tersebut bisa dioptimalkan sebagai pusat pengembangan ekonomi kreatif.

 

 

 

 

 

 

 

 

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow