Rawan Dikorupsi, KPK Minta DPRD dan Pemkab Bondowoso Perketat Pengelolaan Hibah dan Pokir
KPK meminta DPRD dan Pemkab Bondowoso memperketat pengelolaan dana hibah serta pokok pikiran (pokir) dewan yang dinilai rawan disalahgunakan

BONDOWOSO– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bondowoso memperketat pengelolaan dana hibah serta pokok pikiran (pokir) dewan yang dinilai rawan disalahgunakan atau rawan dikorupsi.
Dorongan ini muncul setelah KPK mencatat adanya kelemahan dalam tata kelola, baik pada tahap perencanaan maupun pelaksanaan di lapangan.
Ketua DPRD Bondowoso, Ahmad Dhafir, pada Senin (1/9/2025) menyampaikan bahwa pihaknya telah diminta KPK melakukan sosialisasi kepada anggota dewan terkait regulasi dan mekanisme pokir.
Menurutnya, pokir merupakan tanggung jawab individu karena berasal dari usulan masing-masing anggota.
“DPRD benar-benar serius mendorong transparansi anggaran, efisiensi, sekaligus pencegahan tindak pidana korupsi, sesuai yang menjadi atensi KPK,” ujar Ahmad.
Ahmad Dhafir menjelaskan, dana hibah bisa bersumber dari eksekutif maupun legislatif.
Untuk legislatif, hibah tidak dikelola langsung oleh dewan, tetapi melalui mekanisme pokir yang ditindaklanjuti oleh Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra). Meski begitu, prosesnya harus sesuai aturan, mulai dari proposal, naskah perjanjian hibah daerah (NPHD), pakta integritas, hingga bukti transfer ke kas daerah.
Dia menegaskan, KPK menyoroti bukan hanya aspek administrasi, melainkan juga pemanfaatan hibah di lapangan. Karena itu, inspektorat dan OPD terkait diminta melakukan monitoring secara konsisten.
“Pelaksanaan hibah harus betul-betul memberi manfaat kepada masyarakat,” katanya.
DPRD, lanjut Dhafir, mengelola anggaran sendiri. Namun, pokir yang diajukan anggota dewan tetap dieksekusi oleh eksekutif.
“Saat pelaksanaan, DPRD berkewajiban mengawasi. Detail teknis tetap menjadi tanggung jawab eksekutif,” jelasnya.
Komitmen Pemerintah Daerah
Wakil Bupati Bondowoso, As’ad Yahya Syafi’i, menegaskan komitmen pemerintah daerah dalam pencegahan korupsi. Hal itu ia sampaikan dalam Rapat Koordinasi Pencegahan Korupsi 2025 di Sabha Bina Praja, Jumat (4/9/2025).
Acara itu dihadiri pejabat struktural, kepala OPD, hingga camat dan lurah se-Bondowoso.
Inspektur Kabupaten Bondowoso, Ahmad, menyebut rapat ini merupakan tindak lanjut dari audiensi Pemkab dengan KPK pada 26 Agustus 2025.
Menurutnya, sejumlah catatan dan rekomendasi KPK difokuskan pada perbaikan sistem tata kelola pemerintahan.
Sekretaris Daerah Bondowoso, Fathur Rozi, menambahkan rapat ini bertujuan memperkuat sinergi perangkat daerah agar tata kelola pemerintahan lebih bersih dan bebas dari praktik korupsi.
“Langkah ini juga mencerminkan komitmen Pemkab dalam mendukung reformasi birokrasi,” ujarnya.
As’ad Yahya Syafi’i menekankan perlunya konsistensi pengawasan dan penerapan prinsip transparansi.
“Pencegahan korupsi harus menjadi komitmen bersama. Pemerintah daerah tidak boleh lengah dalam mengawal integritas pelayanan publik,” tegasnya.
Catatan KPK
Sebelumnya, KPK menyoroti program hibah Pemkab dan pokir DPRD Bondowoso karena dinilai berpotensi menimbulkan tindak pidana korupsi. Kepala Satuan Tugas Wilayah III KPK, Wahyudi, dalam rapat koordinasi di Jakarta, Selasa (26/8/2025), mengingatkan Pemkab Bondowoso agar melakukan mitigasi sejak tahap perencanaan.
Menurutnya, masalah yang kerap muncul antara lain perencanaan pokir yang tidak sesuai mekanisme, usulan lintas daerah pemilihan, hingga lemahnya verifikasi proposal hibah. “Ada proposal yang terlambat masuk tetapi tetap disetujui. Hal seperti ini rawan penyalahgunaan,” ungkap Wahyudi.
Hasil Monitoring Controlling Surveillance for Prevention (MCSP) menunjukkan skor kinerja pencegahan korupsi Pemkab Bondowoso naik dari 87,48 pada 2023 menjadi 88,64 pada 2024. Namun, Survei Penilaian Integritas (SPI) justru merosot, dari 71,34 pada 2023 menjadi 66,01 pada 2024.
“Temuan ini jangan dianggap sekadar catatan. Harus jadi bahan perbaikan agar tata kelola semakin bersih. Kami hadir bukan untuk menghukum, melainkan mendorong perbaikan sistem,” ujar Wahyudi.
Ia juga mengingatkan agar proses pengadaan tidak bergantung pada metode pengadaan langsung dan e-purchasing semata. Tanpa pengawasan ketat, model itu rawan kolusi.
“Integritas bukan hanya kewajiban individu, tapi komitmen bersama agar setiap rupiah APBD benar-benar digunakan untuk kepentingan rakyat,” pungkasnya.
What's Your Reaction?






