Sam Oemar: Dua Buku, Satu Penjara

Di kedai kopi Domisili Sekitar (Domse) Kota Kediri, Saiful Amin (Sam Oemar) tak kelihatan membaca buku, menyeduh kopi, dan menghisap rokok Surya.
Pria dengan tampilan vintage itu, selama beberapa hari ke depan, tidak lagi berpuisi, menulis, membalas pesan WhatsApp bahkan mengurus kedai kopinya.
Mulai 3 September 2025, dia ditangkap kepolisian dan ditetapkan tersangka usai kerusuhan demonstrasi di Kediri pada 30 Agustus 2025.
Tuduhannya tidak main-main. Sam disebut mengomandoi kerusuhan yang menyebabkan penjarahan dan kebakaran Gedung DPRD, Kantor Samsat, serta gedung perkantoran di kompleks Pemkab Kediri.
Di balik tuduhan yang begitu berat, Sam Oemar sesungguhnya lebih dikenal sebagai penulis, penyair jalanan, sekaligus penggerak komunitas belajar independen.
Melalui Domse, Sam menjahit perjumpaan gagasan, membacakan puisi, dan membuka ruang bagi percakapan tentang masa depan demokrasi.
Rajutan itu dia anggap tugas kemanusiaan. Sejalan dengan namanya, Domisili Sekitar, dia ingin menumbuhkan kepekaan, menghidupkan kepedulian, dan meneguhkan keberpihakan kepada mereka yang tersisih, yang sering tak punya tempat dalam wacana besar bangsa.
Kini, ironi itu begitu jelas terasa. Penjaga ruang dialog dituduh dalang kerusuhan. Narasi aparat segera menjelma stigma, menutup ruang bagi publik untuk melihat sisi lain Sam: lelaki sederhana yang percaya pada kekuatan kata, bukan pada kekerasan.
Penangkapan ini juga menciptakan ketakutan baru. Jika seorang penyair bisa dengan mudah dilabeli provokator, bagaimana nasib mahasiswa yang hanya membawa poster?
Jika seorang pemilik kedai bisa dituduh otak kerusuhan, bagaimana jaminan bagi masyarakat sipil untuk tetap kritis?
Di balik jeruji, sikap Sam memberi jawaban yang tenang. “Saat Sam dijenguk, dia minta dibawakan buku Mahatma Gandhi, Munir Said Thalib, buku tulis kosong, serta pulpen,” tutur sahabatnya.
Permintaan itu memperlihatkan bahwa Sam tidak merunduk atau menyerah. Sejengkal pun tidak.
Dia memilih tetap membaca, menulis, dan mencatat peristiwa, bahkan dari balik tembok dingin ruang tahanan.
Sam tahu, sejarah tak pernah berhenti. Dan dia memilih tetap menjahitnya dengan kata-kata. (adr)
What's Your Reaction?






