Data Lahan PTPN Dinilai Tak Akurat, Petani Ijen Temukan Perbedaan Hasil Ukur di Lapangan

Dari total lahan seluas 68 hektar yang disebut dikuasai PTPN, ternyata tidak semuanya sesuai dengan hasil pengukuran bersama petani.

Oct 15, 2025 - 14:18
Oct 15, 2025 - 16:08
 0
Data Lahan PTPN Dinilai Tak Akurat, Petani Ijen Temukan Perbedaan Hasil Ukur di Lapangan
Lahan pengganti yang disediakan PTPN untuk masyarakat Ijen

KABAR RAKYAT, BONDOWOSO– Persoalan lahan antara petani di Kecamatan Ijen, Kabupaten Bondowoso, dengan pihak PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I Regional V kembali mencuat.

Kali ini, para petani menyoroti dugaan ketidaksesuaian data yang dilaporkan perusahaan dengan kondisi sebenarnya di lapangan.

Tokoh masyarakat Ijen, H. Kusnadi, mengatakan hasil verifikasi yang dilakukan bersama menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara klaim perusahaan dan fakta di lapangan.

Dari total lahan seluas 68 hektar yang disebut dikuasai PTPN, ternyata tidak semuanya sesuai dengan hasil pengukuran bersama petani.

“Banyak lahan yang mereka klaim ternyata sudah lama digarap petani dan bahkan telah produktif. Padahal dulunya itu tanah tandus yang kami olah puluhan tahun,” ujarnya, Rabu (15/10/2025).

Selain itu, petani juga menilai lahan pengganti yang dijanjikan PTPN tidak memenuhi kesepakatan awal. Di Zona II Desa Jampit, misalnya, perusahaan menawarkan lahan pengganti seluas 55 hektar. Namun hasil pengecekan bersama menunjukkan hanya sekitar dua hektar yang layak digarap.

Sebagian besar lahan pengganti justru berada di kawasan dengan kemiringan ekstrem dan berisiko longsor, seperti di wilayah Lengker Patek atau Lingkar Anjing. Menurut Kusnadi, kondisi tersebut tidak layak untuk pertanian produktif.

“Kalau lahannya rawan longsor, kenapa bukan mereka sendiri yang garap? Kenapa malah petani yang disuruh ambil risiko?” tegasnya.

Kusnadi juga menyoroti ketidaksesuaian data lahan di Zona I, di mana PTPN sebelumnya menjanjikan lahan pengganti seluas 14 hektar. Namun dari total itu, sekitar 10 hektar masih berupa hutan lebat dengan pepohonan besar berdiameter hingga tiga meter.

Pihak perusahaan disebut telah berjanji menanggung biaya pembersihan hutan dengan estimasi Rp10 juta per hektar, tetapi hingga kini belum direalisasikan.

Dari hasil pengecekan lapangan, petani menilai hanya sekitar empat hektar yang layak digunakan.

Selain itu, petani juga menemukan sejumlah lahan yang dilaporkan PTPN sebagai area tanam kopi ternyata merupakan lahan penggembalaan sejak masa kolonial dan tidak pernah digunakan untuk budidaya.

“Banyak data yang tidak nyambung antara laporan dan kenyataan di lapangan. Ini yang membuat petani semakin tidak percaya,” ujar Kusnadi.

Para petani mendesak agar dilakukan pengukuran ulang secara terbuka dengan melibatkan Forkopimda, agar kejelasan luas dan batas lahan benar-benar dapat dipastikan.

Mereka juga berharap PTPN menunjukkan transparansi penuh dalam proses penyelesaian konflik yang sudah berlangsung bertahun-tahun tersebut.

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow