Disdik Bangkalan Gerakkan Siswa Lestarikan Bahasa Madura Lewat Festival Bahasa Ibu
Dinas Pendidikan Bangkalan bersama MGMP SMP menggelar Festival Tunas Bahasa Ibu 2025 sebagai upaya melestarikan bahasa Madura yang kini mulai ditinggalkan generasi muda. Kegiatan ini diikuti 108 pelajar dari 21 sekolah se-Bangkalan.
BANGKALAN– Kekhawatiran terhadap menurunnya penggunaan bahasa Madura di kalangan masyarakat, terutama generasi muda, kini menjadi perhatian serius dunia pendidikan di Kabupaten Bangkalan.
Bahasa ibu warisan leluhur itu mulai jarang terdengar, bahkan sebagian kalangan menyebutnya hampir punah. Ironisnya, tidak sedikit guru yang juga kesulitan menggunakan kosakata dan tata bahasa Madura dengan baik dalam keseharian.
Sebagai bentuk kepedulian, Dinas Pendidikan Kabupaten Bangkalan bekerja sama dengan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) SMP menggelar Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) atau Lomba Bahasa Madura (LBM) tingkat kabupaten tahun 2025.
Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari imbauan Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur, sekaligus bagian dari peringatan Bulan Bahasa dan Sastra, Hari Jadi Bangkalan ke-494, serta Hari Sumpah Pemuda.
Festival berlangsung pada 21–25 Oktober 2025 di SMPN 5 Bangkalan, diikuti 108 peserta dari 21 sekolah se-Kabupaten Bangkalan. Ada tujuh kategori lomba yang dipertandingkan, antara lain Nyerrat Carakan Madhurâ (menulis dan membaca huruf Madura), Adhungèng (mendongeng), Pidato, Carèta Pandâ’ (menulis cerpen), Maca Puisi (membaca puisi), Tembhâng (menembang), dan Lawakan Tunggal (komedi tunggal).
Ketua panitia kegiatan, Israwan Bastohari, mengatakan, festival ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan terhadap semakin jarangnya penggunaan bahasa Madura dalam kehidupan sehari-hari.
“Saya prihatin karena bahasa asli Madura mulai ditinggalkan oleh orang Madura sendiri. Jarang sekali kita mendengar anak-anak menggunakan bahasa Madura dalam percakapan, apalagi pada tingkat tutur yang lebih tinggi,” ujarnya.
Israwan menjelaskan, bahasa Madura memiliki tiga tingkat tutur, yaitu Enjâ’-iyâ (kasar), Engghi-enten (menengah), dan Engghi-bhunten (halus). Setiap tingkatan digunakan sesuai dengan lawan bicara, menunjukkan nilai kesopanan dan hierarki sosial dalam budaya Madura.
“Bahasa Madura punya keindahan dan etika komunikasi yang tinggi, sama seperti Krama Inggil dalam bahasa Jawa,” tambahnya.
FTBI tahun ini merupakan pelaksanaan tahun ketiga dan bersifat berjenjang. Para pemenang tingkat kabupaten nantinya akan mewakili Bangkalan di lomba tingkat provinsi yang diikuti delapan kabupaten, di antaranya Sampang, Pamekasan, Sumenep, Probolinggo, Jember, Situbondo, dan Bondowoso.
Menurut Israwan, kegiatan ini juga menjadi langkah nyata pelestarian bahasa daerah agar tetap hidup di tengah gempuran modernisasi dan teknologi.
“Kementerian Pendidikan melalui Balai Bahasa Jawa Timur juga mewajibkan penggunaan bahasa daerah di sekolah. Harapannya, bahasa Madura bisa tetap lestari dan menjadi kebanggaan masyarakat,” katanya.
Sementara itu, Agus Lahendra, guru pendamping sekaligus pemerhati budaya, menyambut positif pelaksanaan lomba tersebut. Ia menilai FTBI menjadi wadah penting bagi siswa untuk mengenal, menguasai, dan mencintai bahasa daerahnya sendiri.
“Saya sangat senang karena kegiatan ini memberi ruang bagi anak-anak untuk menyalurkan potensi dan belajar mencintai bahasa ibu. Semoga kegiatan serupa lebih sering diadakan,” tuturnya.
Melalui FTBI 2025, Dinas Pendidikan Bangkalan berharap bahasa Madura kembali hidup di hati generasi muda dan menjadi kebanggaan masyarakat di tanah kelahirannya.
Penulis: Luhur Utomo
What's Your Reaction?